Lihat ke Halaman Asli

Antara Masa Lalu, dan Rasa yang Tersimpan

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala kudengar nama itu, ku ingat dirinya, dan kuingat kala pertama ku bertemu dengannya.

Kuingat rasa yang timbul dari diriku, rasa yang entah apa dan entah datangnya dari mana. Tapi aku menikmati rasa itu, menikmati rasa kagum akan paras pesona dari wajahmu.

Aku hilang diri, hilang arah, hilang pikiran.

Aku tak tahu apa yang haru lakukan. Aku hanya bisa memandang paras cantikmu dari kejahuan. Aku bahkan tak mampu menjabat tangannya dan memperkenalkan diri. Jangankan untuk menjabatkan tangan kepadanya, bicara padanya pun aku tak mampu bahkan kelihatan seperti orang dungu.

Arah ku tambah tak tentu, rasa ku tambah menggila ketika sobatku mengaku suka padanya. Aaahhhh,,,,,,,, pikiran ku barentakan tak tertata membuat rambut ku yang hitam kaku makin tak karuan dan seperti orang gila.

Aku hanya bisa melampiaskan rasa ini dengan menghabisi seluruh musuh di depan layar video game. Keberanian ku mendekatinya makin hilang, terkikis tak tersisa.

Rasa ini makin tak tambah luluh lantak ketika melihat sosoknya. Sesosok wanita idaman dengan rambut panjang sebahu lebih sedikit, dengan rambut hitam lebat bergelombang, terlihat indah seperti bidadari tanpa sayap. Matanya sayup redup bercahaya, bibir mungil menambah indah parasnya ketika tersenyum. Dengan tubuh tidak tinggi tidak pendek, tidak kurus tidak gemuk, berbalut pakaian rapi yang selalu diseterika. Semua yang ada pada dirinya terlihat sempurna, tak kutemukan celah kekurangan dari ciptaan Tuhan yang satu ini.

Satu tahun lebih aku hanya bisa memandang kagum padanya. Dikala pagi, istirahat, dan dikala siang tak kulihat paras cantiknya berkurang, bahkan dia bertambah cantik setiap kali aku melihatnya.

Aku berniat memperkenalkan diri dan rasa kagum ku padanya, pada diri dan pribadinya kala kelulusan datang. Sekian lama aku mengumpulkan kekuatan, menata diri dan pikiran, memberanikan diri dan nyali untuk bertemu padanya dan mengungkapkan semuanya. Tapi naas semua keberanianku, nyaliku, semua hilang tak tersisa ketika aku lihat pesonanya. Seperti istana pasir yang kelihatan kokoh, tapi kemudian datang ombak penyejuk yang malah menghancurkannya.

Aku melanjutkan ke tempat yang berbeda dan kejalan yang berbeda, kali ini aku tak bisa memandang pesona cantik dan paras indah bidadari dari wajahnya lagi. Aku hanya bisa menyimpan rasa ini disebuah tempat tersendiri yang tak akan pernah terlupakan dan selalu ku jaga dan ku kenang dengan indah. Meskipun ini tidak berakhir bahagia tapi mungkin ini jalan terbaik bagi diriku, bagi jiwaku, dan bagi kehidupanku kelak. Semoga ada bidadari lain yang mampu membangkitkan hati yang mati ini, semoga ada cinta lain yang mampu menyinari kehidupan dan jiwa ini lagi. Meski mungkin dia lupa padaku bahkan tak mengenalku, tapi aku akan selalu ingat kepadanya, namanya, parasnya, pesonanya, dan rasa ku padanya.... Fb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline