Saya tidak berharap ada pejabat yang membaca tulisan ini, karena saya tidak pernah kenal dengan satu orang pejabatpun T_T, bahkan terkesan tidak ingin mengenal.Saya sudah muak dengan hal ini dan inilah cara saya mengeluarkan uneg-uneg dikepala saya.Dan kalian semua temanku yang membaca tulisan ini saya anggap memiliki potensi untuk menjadi pejabat (heheheh). Bagi yang tertarik silahkan dibaca, dan yang tidak terima kasih sudah mau baca sampai dibagian yang kalian baca. Selamat menikmati Berawal dari saat saya sedang menunggu lampu merah yang mendapat jatah waktu selama 99 detik, disaat waktu sisa 5 detik, tiba-tiba terdengar sirene mengaung-ngaung dari arah yang berlawanan. Ada kejadian apa gerangan? Ambulans yang membawa pasien sekarat? Polisi yang sedang mengejar penjahat? Pemadam kebakaran yang sedang pergi bertugas untuk memadamkan api? Ataukah mobil jenasah yang membawa mayat yang akan segera diinterogasi oleh malaikat Munkar dan Nakir? Ternyata suara tersebut berasal dari Iring-iringan pejabat yang seolah-olah sedang dikejar oleh Syaiton yang terkutuk. Rombongan yang sangat panjang sehingga saat rombongan tersebut telah lewat semua, waktu lampu yg tadinya hijau telah kembali merah dan menunjukkan waktu selama 99 detik. Saya yakin kejadian ini pernah kalian alami dan rasakan. Ada yang ngedumel sama seperti saya, ada yang berlapang dada, dan ada juga yang marah-marah. Sebenarnya apakah hal tersebut memang sah? Jika seorang atau beberapa pejabat hendak menuju kesuatu tempat, dia berhak melanggar lampu merah, rambu dan melanggar segala peraturan yang telah dibuat. Kalaupun alasan keamanan, toh kendaraan yang dipakai juga telah memiliki standar keamanan yang baik, belum lagi pengamanan yang handal dari Paspampres. Khusus untuk Presiden dan Wakil Presiden, daripada melakukan konvoi di jalan raya yang menyebakan kemacetan dan menyusahkan rakyat, serta mengundang caci maki dan sumpah serapah, bukankah lebih baik dilakukan melalui udara saja, dengan helikoper kepresidenan? Bahkan hal tersebut seakan-akan menjadi hal yang biasa, hal yang sudah sewajarnya karena mereka adalah seorang pejabat, orang yang harus dihormati. Bahkan ada yang beranggapan mereka adalah orang-orang yang pantas untuk di jilat. Dalam hati saya berteriak, memangnya siapa yang memilih mereka sehingga menjadi pejabat? Masyarakat tentu jawabnya. Lalu mengapa mereka seakan-akan tidak menghormati kita sebagai masyarakat. Memangnya siapa yang membuat peraturan? Mereka tentunya. Apakah memang benar peraturan dibuat untuk dilanggar? Ataukah karena jika mereka terlambat sekitar 4-5 menit saja hal yang buruk akan terjadi di negara ini? Saya tahu bahwa mereka bekerja untuk negara, saya juga bekerja untuk negara meskipun cuman pegawai kecil, dan saya harus bekerja lebih keras lagi untuk keluarga saya. Hak istimewa ini menyangkut bunyi Pasal 134 huruf b UU No.22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Yang berbunyi “Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
- Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
- Ambulans yang mengangkut orang sakit;
- Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
- Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
- Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
- Iring-iringan pengantar jenazah;
- Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia</li.>”
Kepentingan tertentu? Menilik penjelasan pasal itu, dimana yah hak istimewa konvoy kelompok sepeda motor yang berniat touring keluar kota? Ada berita menarik tentang hak istimewa ini, kejadian ini seperti diberitakan di detiknews.com, Kamis (18/11/2004), terjadi kecelakaan yang melibatkan 7 kendaraan di Tol Jagorawi sekitar pukul 07.50 WIB, Rabu 17 November 2004. Akibatnya 6 orang tewas dan 10 orang luka. Insiden tersebut terjadi sekitar 10 menit sebelum rombongan Presiden SBY melewati lokasi kejadian. Sesuai protap, kendaraan yang berada di lintasan yang akan dilalui Presiden dihentikan sementara. Namun kemudian terjadi tabrakan beruntun. Sesungguhnya tidak hanya kali itu aturan hak istimewa pejabat di jalan raya ini memakan korban Tetapi kenapa hal itu terjadi? Bagaimana jika mereka pergi menuju ke t4 tujuan lebih awal sehingga bisa mematuhi peraturan? Mungkinkah ada yang jawab bahwa mereka sibuk sehingga selalu terburu waktu? Sebagai pembanding, Aris Heru Utomo menceritakan pengalamannya saat tinggal di Brussles, Belgia, di beberapa negara Uni Eropa (UE), perlakuan istimewa penggunaan jalan raya hanya diberikan kepada kepala negara/pemerintahan seperti raja/ratu atau perdana menteri serta tamu negara setingkat Kepala Negara/Pemerintahan dan tentu saja ambulans. Kepada mereka diberikan vorider untuk memperlancar perjalanan, sedangkan ambulans diperkenankan untuk membunyikan sirene. Sementara pejabat dibawahnya, termasuk wakil perdana menteri dan para menteri, tidak berhak untuk mendapatkan pengawalan vorider. Saking tegasnya penerapan peraturan di jalan raya, terkadang memunculkan kekakuan dalam masalah keprotokolan Mengenai kekakuan pengaturan keprotokoleran, dia jadi teringat pengaturan bagi mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat berkunjung ke Brussels, Belgia, pada akhir tahun 2006. Saat itu Pak JK sedang melakukan kunjungan kerja dalam rangka memenuhi undangan Sekjen Dewan UE, Javier Solana. Kalau di tanah air, Pak JK tentunya bisa mendapatkan perlakuan istimewa saat berkendaraan di jalan raya. Namun tidak demikian halnya dengan di Belgia. Dalam ketentuan keprotokolan disana, kedudukan wapres dianggap sejajar dengan wakil perdana menteri atau menteri. Karena itu, Pak JK tidak berhak untuk mendapatkan pengawalan vorider. Meski telah dilobby secara intensif, pemerintah Belgia bersikukuh menerapkan ketentuan protokoler tersebut. Akhirnya sampai saat Pak JK meninggalkan Brussels, tidak ada vorider resmi yang disediakan Pemerintah Belgia Alasan pihak protokol Belgia untuk tidak memberikan perlakuan istimewa di jalan raya terhadap pejabat setingkat menteri karena sebagai host country dari Markas Besar UE, hampir setiap hari Brussels dikunjungi banyak pejabat tinggi negara termasuk para menteri, baik dari sesama negara anggota UE maupun non-UE. Kalau kepada mereka diberikan perlakuan istimewa seperti penyediaan vorider, seberapa banyak tenaga dan kendaraan yang dibutuhkan. Meskipun Belgia termasuk negara yang memiliki GNP tinggi (sekitar US$ 35 ribu), namun dalam rangka efisiensi dan efektifitas tetap saja harus melakukan perhitungan anggaran dengan cermat. Belum lagi pemberian perlakuan istimewa akan memacetkan jalan raya dan merugikan para pengguna jalan lainnya, yang notabene adalah para pembayar pajak. Beruntung Indonesia tidak setiap hari menerima kunjungan kepala negara/pemerintahan atau menteri negara asing. Sehingga tidak setiap hari pula kita melihat pemandangan sebuah jalan raya ditutup karena ada pejabat tinggi atau tamu negara akan lewat. Namun demikian, hal tersebut bukan berarti membenarkan pemberian perlakuan istimewa penggunaan jalan raya kepada siapa pun. Selain menimbulkan kejengkelan dan perasaan iri, mengistimewakan penggunaan jalan bagi mereka yang tidak berhak justru memperlihatkan sikap kesewenang-wenangan dan pengabaian hak-hak pengguna jalan lainnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau hidup sederhana dan bersahaja demi khalayak yang dipimpinnya. Berkorban demi kepentingan dan kemakmuran orang banyak. Pemimpin yang tidak suka menyelewengkan kuasa kepemimpinannya kecuali hidup lurus dan penuh kehati-hatian. Pemimpin yang dekat kepada Allah Rabb-nya dan dekat di hati rakyat. Sehingga benar jika pak Hidayat Nurwahid mengatakan, kalau pejabatnya mengamalkan agamanya dengan baik tentu tidak akan berani berbuat macam-macam alias nyeleweng. Mereka akan hidup lurus selamanya. Ini pantas untuk kita renungkan bersama. Jadi, sampai kapan hal tersebut akan terjadi, pelanggaran demi pelanggaran yang disahkan, yang dianggap biasa. Kesimpulan : Mungkin ini yang jadi penyebab kemacetan dimana-mana dan tidak cepat tertanggulangi, karena setiap Presiden, Pejabat, Walikota semua bisa lewat dengan mudah sehingga mereka tidak menyadari bahwa jalan yang dilalui itu jalan rawan kemacetan. Khusus untuk tamu negara yang diberi hak istimewa di jalan raya, mungkin karena sifat bangsa Indonesia yang pemalu, malu kalau negara lain tahu bahwa jalanan di Indonesia banyak macetnya. Saya tidak pernah berharap suara saya ini akan terlealisasikan, saya hanya berharap ada seorang pejabat dinegara ini yang memiliki pemikiran sama dengan saya. Kenapa saya melakukan ini, membuat catatan panjang yang tidak penting ini? Membuang-buang waktu kalian untuk membaca tulisan tidak bermutu ini? Karena selain dari diri sendiri, perubahan dunia berawal dari hal-hal kecil yang dianggap sepele tambahan dari temanku di facebook : BUKAN CUMAN DI LALU LINTAS SAJA PEJABAT MENDAPAT HAK ISTIMEWA, BEGITU JUGA DALAM MASALAH SHOLAT... MESKIPUN MEREKA DATANG PALING BELAKANG, TETAPI DAPAT SYAF PALING DEPAN.... APA DIKIRA DENGAN SHOLAT PALING DEPAN SEMUA DOSANYA BAKAL TERHAPUSKAN??? Terima kasih sudah membaca NB : buat teman-temanku yang membaca tulisan ini dan insya allah kelak ada yang menjadi pejabat, saya harap tulisan saya ini tidak dilupakan^^. sumber
- UU no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan
- Aris Heru Utomo
- Detik.com
- Kepenatan Hati dan Pikiranku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H