Lihat ke Halaman Asli

Anggaraksa MaulanaRamadhan

Mahasiswa Agribisnis dari Universitas Jember

Fluktuasi Harga Pangan Terjadi di Masa Pandemi, Petani Kembali Menjadi Korban

Diperbarui: 24 Juni 2020   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Posmetro Padang

Seluruh dunia sedang mengalami adanya bencana yang disebabkan oleh sebuah pandemi. Merebaknya pandemi yang disebabkan oleh Covid-19 atau Virus Corona menyebabkan berbagai macam kegiatan manusia menjadi terhambat dan mengalami banyak perubahan. Berbagai macam pembatasan kegiatan manusia dilakukan untuk dapat mencegah penyebaran Covid-19. Salah satu perubahan yang cukup mencolok dialami pada bagian sektor pertanian yaitu sektor pangan.

Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada menyatakan sebuah pernyataan dalam sebuah sesi diskusi masalah pangan di masa pandemi menyebutkan bahwa sektor pertanian juga terkena dampak dari adanya pandemi ini. Dalam hal ini, ketahanan pangan nasional di Indonesia menjadi sorotan. Dampak yang ditimbulkan karena adanya pandemi ini mempengaruhi kinerja produksi serta distribusi hasil panen yang dikerjakan oleh petani. Sehingga terjadinya kesenjangan harga bahan pangan di beberapa daerah yang menyebabkan adanya fluktuasi harga bahan pangan. Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja sektor pertanian di masa pandemi ini. 

Daerah-daerah di Indonesia yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diantaranya adalah daerah provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Mobilitas pekerja pada sektor pertanian juga lebih terbatas dengan adanya kebijakan tersebut. Lalu bagaimana dengan stok pangan untuk menghadapi hal tersebut? Karena dengan adanya kebijakan penerapan PSBB membuat masyarakat tidak bisa sesuka hati untuk mendapatkan bahan konsumsi pangan. Pemerintah pun tentunya memiliki kepanikan tersendiri mengenai nasib stok bahan pangan dalam menghadapi masa pandemi. Namun, rupanya pemerintah Indonesia sudah memastikan bahwa stok pangan masih terbilang cukup aman.

Sumber : Media Indonesia

Meski stok pangan sudah terkonfirmasi masih dalam zona yang aman, namun ternyata petani sebagai produsen tunggal segala sumber bahan  pangan kembali menjadi korban. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Faktanya, meskipun seluruh masyarakat di Indonesia sedang mempersiapkan diri guna menghadapi fenomena Work From Home ( WFH ) yang artinya masyarakat dipaksa untuk tetap di rumah, maka tentu saja secara otomatis mereka akan melakukan penyediaan stok pangan sebanyak mungkin. Tapi, kenyataan berkata lain kepada petani. Pihak petani justru mengalami kerugian dan kembali menderita ditengah situasi pandemi. 

Mengutip dari jurnal yang ditulis oleh Masniadi dan kawan-kawan pada tahun 2020, saat ini dengan adanya kebijakan penerapan PSBB membuat terjadinya pembatasan akses transportasi dan mobilitas lainnya. Hal tersebut tentu saja akan berdampak kepada proses kegiatan distribusi stok pangan di seluruh daerah-daerah Indonesia. Pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah membuat terjadinya perubahan pola konsumsi pangan masyarakat. Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap komoditas pangan akan dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga pangan. Penurunan daya beli masyarakat terhadap bahan pangan juga menjadi faktor petani mengalami kerugian untuk mendapatkan keuntungan dalam masa pandemi yang sedang terjadi. Banyaknya tempat makan dan tempat-tempat lain yang membutuhkan bahan pangan sebagai bahan baku akhirnya menjadi tidak ada dengan adanya kebijakan penerapan PSBB. 

Harga bahan pangan menjadi tidak stabil membuat petani menempati posisi yang sulit. Karena sering kali beberapa jenis komoditas pertanian harganya anjlok karena kurangnya daya beli masyarakat di pasar. Hal tersebut menyebabkan petani sebagai produsen utama penghasil bahan pangan akan sulit mendapatkan modal. Petani akan bisa mendapatkan modal apabila ia dapat memasarkan produk hasil panennya. Kenyataannya adalah pada saat pandemi justru pendapatan petani tidak maksimal sehingga petani akan sulit untuk kembali melakukan perputaran dana guna tetap melanjutkan budidaya bahan pangan. Proses distribusi hasil panen petani juga terhambat karena adanya kebijakan pembatasan mobilitas. Sehingga petani tidak dapat melakukan distribusi ke daerah-daerah lain, dan hanya bisa memasrkan produknya di pasar lokal saja. Fluktuasi harga akan makin gencar terjadi jika hasil panen hanya dipasarkan di pasar lokal. Beberapa hal tersebut adalah penyebab petani menjadi korban dalam masa pandemi saat ini.

Sumber : Fajar Indonesia Network

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa keadaan petani sebagai produsen utama penghasil bahan pangan sangatlah miris keadaannya. Dalam hal ini, tentu saja membutuhkan banyak modal jika petani ingin melakukan penyimpanan hasil panen dengan jangka waktu yang panjang. Petani juga tentunya perlu membutuhkan bantuan pemerintah dalam penyediaan modal untuk dapat melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan pangan secara efesien dan tepat waktu. Untuk menambah penghasilan petani, perlu adanya juga edukasi yang intensif terhadap mereka. Edukasi yang dapat diberikan diantara lainnya adalah dengan memberikan pengetahuan dalam bidang agroindustri. Sehingga petani tidak hanya menjual hasil panen secara mentah-mentah. Dengan adanya proses nilai tambah akan bisa memberikan petani lebih banyak pemasukan, terlebih lagi dalam mengantisipasi fluktuasi harga di pasar. 

Author : Anggaraksa Maulana Ramadhan 

Nim : 181510601109

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline