Lihat ke Halaman Asli

Masih Inginkah Ini Terjadi

Diperbarui: 30 November 2017   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Masih Inginkah Ini Terjadi"

Fidelis Anggara Murdani Kolin

432016801

Istilah Broken Home menjadi kata-kata yang tidak asing terdengar untuk kalangan umum pada saat ini. Istilah ini di deskripsikan sebagai suatu kondisi tidak menyenangkan yang harus dilaui secara terpaksa oleh anak-anak yang kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah atau bercerai. Dewasa ini tingkat perceraian semakin marak terjadi dan dapat dikatakan menjadi yang populer untuk saat ini, keputusan untuk berpisah atau bercerai diambil lantaran hubungan rumah tangga sudah tidak sehat lagi, sehingga dengan disengaja atau tidak sengaja jalan perceraianlah yang diambil, sayangnya keputusan ini memberi dampak psikis serta mental berkepanjangan pada anak-anak korban perceraian. Hampir semua anak dari korban perceraian tidak menyukai kondisinya. Anak-anak tersebut cenderung menjadi lebih sering kebingungan ketika membuat suatu keputusan dalam hidupnya, lantaran memikirkan arah hidup yang harus mereka pilih, dan terkadang bertolak belakang terhadap naluri keinginan mereka.

Dampak dari broken home atau perceraian bagi anak lebih banyak kearah yang negatif, contohnya anak korban perceraian sering kali mengalami perubahan dari segi perilaku sehingga akan menyebabkan penurunan dari segi akademik. Bukan hanya itu anak-anak korban perceraian kecenderungan lebih mudah untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang buruk hal ini dikarenahkan anak-anak korban perceraian akan lebih cenderung merasa pesimis akan kehidupannya sehingga pengaruh yang bersifat nagatif akan mudah masuk contohnya mengkonsumsi alkohol, rokok dan obat-obatan, sehingga bagi kaum hawa akan mudah menjadi korban pelecehan dan kaum adam akan lebih mudah masuk dalam pergaulan seks bebas. Selain itu perceraian orang tua juga berdampak bagi tekanan psikologis, anak-anak korban perceraian akan lebih mudah menderita stres, depresi, kecemasan, dan juga berdampak pada efek psikologis jangka panjang lainnya. selajutnya akibat dari perceraian orang tua, anak-anak berangsur-angsur akan memiliki sikap apatis. Perceraian akan menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi anak-anak hal ini yang menyebabkan sikap apatis dalam menjalani suatu sebuah hubungan akan muncul serta mereka beranggapan bahwa hubungan bukanlah suatu hal yang penting.

Masalah-masalah pasca perceraian memerlukan solusi agar anak-anak bisa mengalami perubahan  dalam dirinya. Solusi mengatasi masalah pasca perceraian orang tua antara lain melakukan hal-hal  yang  positif seperti berlibur bersama teman, rajin belajar, berkarya, dan berserah diri kepada Tuhan sang pencipta. Selain itu dukungan keluarga dan orang-orang terdekat juga dibutuhkan agar anak-anak korban perceraian mampu meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dirinya untuk bersosialisasi dalam menghadapi lingkungannya. Efikasi diri atau keyakinan diri akan terbentuk dengan cara belajar mengenali diri sendiri, menerima segala kekurangan dan kelebihan dengan itu akan tumbuh keyakinan dalam dirinya sendiri. Selain itu dukungan keluarga diberikan agar anak-anak merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional mereka dapat merasa diperhatikan, mendapat saran atau  kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan keluarga dan orang-orang terdekat dapat memberikan  keuntungan emosional  yang berpengaruh pada tingkah laku  seorang anak korban perceraian.

Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik - Pendidikan biologi UKSW. Dosen pengampu : Desi fajar P. M.Pd.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline