Lihat ke Halaman Asli

Anggar A. Thahirah

Seorang Relawan

Cerpen | Selasa Malam Lalu

Diperbarui: 8 April 2020   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banyak hal yang tak mampu aku ceritakan pada penduduk bumi, bukan karena tak ada rasa percaya. Hanya saja, bagiku masalahku bukanlah kebutuhan mereka, termasuk teman yang mungkin telah dekat denganku. 

Saat ini, rasanya hidupku berat sekali. Himpitan kesulitan tengah aku rasa dari segala sisi. Aku mengeluh (lagi), tapi aku janji ini takkan ku lakukan secara berlebihan. Aku hanya akan melakukannya sesuai dengan porsi yang seharusnya.

Selasa kemarin, suasana kantorku sedikit berbeda dari biasa. Ada orang yang beberapa bulan ke belakang ini aku jadikan tempat bercerita, tentang banyak hal, meski tak semua. 

Biasanya temanku itu berkantor hanya hari Senin dan Jum'at, tapi kemaren dia berganti jadwal. So, untukku yang tengah galau akhir-akhir ini, kehadirannya seperti obat. Terimakasih telah bersedia menjadi muara dari beberapa kesedihanku. Hahaha.

Sepulang kantor, aku dengannya masih berbagi sedikit kisah hidup masing-masing. Hingga lepas waktu magrib. Baru kita berdua pulang. Sampai. Aku di kontrakan yang lebih setahun ke belakang menjadi persinggahanku, karena kalo pulang ke rumah orang tentu saja jauh. :D

Bagi anak rantau sepertiku, rindu adalah bagian dari hidup yang harus dilalui. Beruntungnya aku hidup di zaman yang bisa tetap mudah berkomunikasi meski jarak yang jauh. 

Kadang aku menguatkan hati dengan kalimat; "Penentu jauh tidaknya kita dengan orang terdekat bukanlah jarak, melainkan rasa. Jika sayang, juga cinta, tak begitu penting sejauh apa jaraknya."

Cukup ampuh di beberapa situasi, tapi tidak akhir-akhir ini. Ntah mengapa. Tapi yang pasti, keluarga adalah rumah bagi istirahatnya hati yang tengah letih. Tengah letihkah aku?

Video call dimulai tepat pukul 19.00 jika di Indonesia Barat, memulai obrolan dengan sambutan hujan. Berkah semoga saja. Ibuku begitu pengertian, ia menelusuri setiap sudut rumah, memperlihatkannya kepadaku. Mencari 2 lelaki yang dulu pernah berada dalam gendonganku, adik aku memanggilnya. 

Lalu ibu mengarahkan kamera kepada mereka agar aku bisa melihatnya. Pukul 19.00 bukanlah jadwal bapak di rumah, tak kutanya keberadaannya, karena ku sudah tau. Dan aku ingin menunggu kepulangannya. Seperti saat kecil dulu, aku selalu menunggu ia pulang.

Ibu berhenti di kamarku, yang jika tak ada aku, maka tak ada yang tempati. Salah satu kucingku yang dulu jadi penghuni di kamarku sudah mati kini. Jadi kamar sepi sama sekali. Tapi Doraemon, Bear, juga Dolpin tetap setia disana. Tiduran beliau di tempat tidurku, menceritakan banyak hal. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline