Lihat ke Halaman Asli

Kasus Seorang Nenek Berusia 63 Tahun Divonis Penjara dan Bagaimana Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 29 September 2023   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Angga Nur Prasetyo

Nim : 212111192

Pada tahun 2014, ada  kasus pengadilan yang sangat meresahkan yang melibatkan seorang nenek berusia 63 tahun. Namanya nenek Asjan, dia divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan  denda 500.000 mahkota kepada cabang dengan masa percobaan 1 hari.

 
 Ia dinyatakan bersalah atas tuduhan mencuri dua  pohon jati milik Perhutan. Alasan nenek Asyan mencuri pohon itu karena digunakan sebagai alas tidur. Dia mengatakan tanah itu milik mendiang suaminya. Dari sudut pandang positivis, jika dilihat dari segi hukum, kasus nenek Asjan memang bersalah karena pencurian. Tuduhan ini  harus dibedakan antara moralitas dan masyarakat, karena  tujuan keadilan adalah kepastian. Benar, dia bersalah berdasarkan bukti, tapi kalau dipikir dari segi keadilan, itu sungguh tidak adil. Berapapun besarnya barang yang dicuri, tindakan tersebut  harus dihukum.

Mazhab Hukum Positivisme

Positivisme merupakan  aliran filsafat hukum yang beranggapan bahwa teori hukum merupakan suatu ius konseptual yang dipositifkan sebagai lege atau lex untuk memberikan kepastian mengenai apa yang dianggap sebagai hukum atau tidak. Positivisme hukum analitis, yang dikembangkan oleh John Austin antara abad ke-19 dan awal abad ke-20, mendominasi pemikiran hukum di Barat, di mana jelas bahwa peran positivisme analitik, khususnya dalam penerapannya, adalah menjalankan otoritas yang menerapkan hukum.
 
 Oleh karena itu tidak mengherankan jika kritik terhadap positivisme hukum muncul ketika hukum menjadi otoritas atau digunakan sebagai instrumen kekuasaan untuk mencapai tujuan pemerintahan dibandingkan tujuan hukum. Namun hal ini tidak sama dengan positivisme hukum yang menjadi penyebab kegagalan dalam kehidupan hukum khususnya dalam penegakan hukum. Dan hukum positivisme secara tegas memisahkan  moralitas dan masyarakat.

Argument Terhadap Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum Di Indonesia

Menurut pendapat saya, hukum positivisme itu pasti dan jelas karena mengidentikkan hukum dengan ketentuan-ketentuan hukum. Di Indonesia, ajaran positivisme hukum memberikan pemahaman kepada hakim bahwa hukum  hanya mengatur norma. Menurut aliran ini,  karena sifatnya yang abstrak dan spekulatif, keadilan dan nilai-nilai moral tidak dapat dianggap sebagai ilmu, melainkan metafisika.

Kaitannya dengan undang-undang yang ditetapkan oleh suatu pemerintah atau negara, merupakan peraturan yang harus dipatuhi karena mengandung sanksi. Hukum positif mencakup nilai-nilai yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan kemudian dimasukkan ke dalam kriteria  hukum positif. Dengan demikian, konsep hukum dalam aliran positivisme hukum juga mencakup nilai-nilai yang sah dalam hukum positif (perundang-undangan), yang keabsahannya hanya  ditentukan pada masa berkembangnya hukum positif. Begitu suatu undang-undang diumumkan, maka undang-undang itu bersifat mutlak, tidak dapat dipertanyakan lagi, tidak peduli apakah undang-undang itu efektif atau tidak, adil atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline