Lihat ke Halaman Asli

Sepotong Daging Terindah (Untuk Yatim Piatu)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh : Angga Nugraha

Suara saut-menyaut meramaikan atmosfer sepi bagiku, taburan bintang malam tak hentinya menghibur, silauan lampu kota, lalulalang kendaraan adalah sisa-sisa kerinduan teramat dalam, sendiri menyendiri dalam paduan gelora yang mati, kumandang takbir membawa pikiran melayang mengawang, berkhayal tentang mimpi yang sirna tanpa alasan.

Aku, jarak doa antara hati dan kenangan ibu, Aku, keringat semangat dalam tubuh ayah, dalam hari, bulan, bahkan tahun yang sendiri, besar dalam ruang kecil bagiku, entah bagi mereka, mungkin juga sama atau tidak, lembutnya belaian dan kerasnya pepatah tak terdengar atau terasa, tak hanya hari ini, esok, lusa, mungkin selamanya. Kerasnya jalan, untuk tetap bisa bertahan, waktu siang, sore, malam tak jauh berbeda, hanya gelap, terang dan semangat yang menjadi pembeda, dewasa tumbuh tak sewajarnya, kenangan ayah dan ibu adalah inspirasi, tak bergizi yang dimakan, sepiring nasi garam untuk sehari.

Jalan, receh, dan baju tak karuan dulu, berganti dasi dengan berlembar-lembar map penghias peristirahatan, aku, sederhana pemilik jiwa, dalam malam yang menyelimuti, untuk kumandang takbir penyejuk hati.

Jarum jam terus melangkah maju, mengikis malam menanti pagi, dua sapi, tiga domba hasil kerja, dibeli demi hari suci panggilan nurani, ini mimpi ibu, keinginan tulus seorang miskin kaya hati, keterbatasan namun tetap mencoba berbagi.

Cahaya jingga membuka hari dengansenyuman, kumandang takbir semakin lantang terkumandang, Allahhu Akbar, Allahhu Akbar, ini bahagiaku, bahagia ibu dan ayah di surga, serta semua orang, pemotongan, pembersihan, dan kini tahap pembagiaan, setengah dari daging qurban ini untuk Yayasan Panti Asuhan Al-Inayah, tempat suka duka pejuang-pejuang kecil hidup dan ada.

Seharian penuh ku disana, kembali ke masa lalu, mengingat sebuah kejadian, berbagi kebahagiaan, puluhan anak bersiap membawa ratusan arang hitam, ratusan tusuk dari bambu, asap-asap putih ikut menyelimuti, senyum kecil terlihat dari raut kesedihan, nasi garam berganti pesta daging yang indah, sehari bagaipuluhan jiwa menuju senja penuh cerita bahagia.

Bogor, 6 November 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline