Lihat ke Halaman Asli

Anggani Safrino

MAHASISWA ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Larangan Kawin Sasuku di Minang Kabau, Pendidikan Multikultural

Diperbarui: 14 April 2021   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 (LARANGAN KAWIN SASUKU/PERNIKAHAN SASUKU)

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MINANG KABAU

Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Pendidikan multikultural menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada prinsip- prinsip persamaan (equality), saling menghormati dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial. (Ibrahim, 2013). Dalam masyarakat minang dikenal dengan adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah, dan juga dikenal dengan sistem matrilineal atau sering dikenal dengan garis keturunan ibu, yang artinya jika ada seorang anak yang lahir dari pasangan suami istri, anak tersebut akan mengikutti suku atau etnis dari ibunya.

Nah ibu saya beretnik atau suku melayu, diamana suku melayu, di desa saya suku melayu dibagi menjadi dua yaitu suku melayu gadang (melayu besar) dan melayu kecil, nah ibu saya sukunya adalah melayu kecil. Sedangkan ayah saya beretnik atau suku chaniago, diamana suku chaniago ini tersebebar di seluruh wilayang minang kabau, sumatera barat.

Nah di minang kabau ada yang unik dengan larangan kawin sasuku, masalah ini tentu sudah banyak didengar oleh kalangan masyarakat khususnya masyarakat minang kabau, dimana memang di ranah minang tidak diperbolehkan melakukan kawin sasuku atau pernikahan sasuku, walaupun agama tidak melarang, tapi ini lah keunikan adat minang, bilang terjadi atau kedapatan para muda dan mudi kawin sasuku mereka akan di kenai saksi barupa, diusir dari tempat mereka tinggal atau desa mereka, atau bisa mereka tidak dianggap, di suku mereka, hal ini bukan tampa alasan, adat melarang pernikahan sasuku, asalannya adalah kawin saku itu hukumnya halal, tapi masyarakat atau urang minang tidak melakukannya. Karna kawin sasuku dapat merusak kerukunan adat diminang, dan diberi saksi kepada pelangar. Seperti yang telah saya jelaskan diatas.

Lanjut ke bahasa, bahasa menurut KBBI adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh sekelompok masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Di rumah saya bahasa digunakan adalah bahasa sehari hari atau disebut dengan bahasa ibu. Dimana didalam bahasa di minang dikenal dengan kato nan Ampek (kaya yang empat)

Kato Nan Ampek adalah aturan yang mengikat bagi putera/puteri Minangkabau dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pemikirannya di kehidupannya sehari-hari.

  • Kato mandaki diperuntukan kepada orang yang lebih tinggi dari kita atau yang lebih tua dari kita.
  • Kato manurun diperuntukan kepada orang yang lebih bawah dari kita atau yang lebih kecil dari kita
  • Kato Mandata (kata mendatar), merupakan cara berbahasa dengan teman sebaya dalam pergaulan.
  • Kato Malereng (kata melereng), adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal apabila mengungkapkan perasaan/ pikiran kepadanya secara gamblang dan terus terang. Dalam kata melereng ini digunakan kata-kata berkiasbanding. Umpama komunikasi antara mertua dng menantu dan sebaliknya.

Di minang kabau kato atau kata nan ampek ini di pakai oleh masyrakat sebagai bentuk rasa cinta dan kasih rasa saling menghargai sesama dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut saya tentang presepsi orang terhadap orang minang itu katakana lah orang minang itu pelit, atau cadiak buruak, sesuai dengan pepatah minang menyebutkan Takuruang nak dilua, taimpik nak diateh. Banyak orang yang tidak paham dengan arti pepatah minang yang satu ini, dimana banyak yang menggap pepatah takuruang nak dilua taimpik nak diateh ini mereka mengartikan dengan cadiak buruk padalah, kata tersebut memiliki arti yang sangat dalam, yang artinya sebebar apapun, sesulit apapun masalah pasti ada jalan keluarnya (kebebasan).

SUMBER : 

Ibrahim, R. (2013). Rustam Ibrahim. IAIN KUDUS INDONESIA.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline