Lihat ke Halaman Asli

Angga FebriNovaldo

Mahasiswa semeater 5- Fakultas Syariah - Prodi Hukum Ekonomi Syariah - UIN Raden Mas Said Surakarta

Analisis Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya

Diperbarui: 24 Oktober 2023   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ini membahas tentang dampak pernikahan dini dan masalah hukum yang terkait dengan hal tersebut di Indonesia. Pernikahan dini merupakan masalah sosial yang disebabkan oleh faktor seperti seks bebas, demoralisasi, dan sikap buruk di kalangan pemuda. Hal ini memiliki dampak negatif pada kualitas rumah tangga, kesehatan reproduksi, psikologi, ekonomi keluarga, dan pendidikan anak-anak. Artikel ini juga mengeksplorasi kontroversi seputar pernikahan anak dari perspektif hukum Islam, hak asasi manusia internasional, dan hukum nasional. Pernikahan dini rentan terhadap perceraian, masalah sosial dan ekonomi, serta kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini juga berkontribusi pada tingginya jumlah kejahatan seksual terhadap anak-anak. Artikel ini menyoroti perlunya upaya untuk mengurangi angka perceraian dan mempromosikan kehidupan keluarga yang harmonis dan sejahtera.

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyarankan usia menikah pertama bagi perempuan adalah 21 tahun. Pernikahan anak di bawah umur memiliki risiko kesehatan seperti perdarahan saat persalinan, anemia, dan komplikasi saat melahirkan. Pernikahan dini juga berhubungan dengan tingginya angka kematian ibu akibat persalinan. Pernikahan ideal adalah yang sesuai dengan syariat dan hukum negara, dengan manajemen keluarga yang didasarkan pada kepentingan suami-isteri dan selalu mengacu pada Alquran dan As-Sunnah. Pernikahan juga memiliki tujuan untuk membentuk keluarga sakinah, menegakkan agama, mengembangkan keturunan, mencegah maksiat, dan membina keluarga yang damai dan teratur.

Rumah tangga harus dijaga dari ancaman api neraka dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.

Artikel ini juga menyoroti perlunya pendidikan seksual yang komprehensif dan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan reproduksi bagi remaja. Pendidikan seksual yang tepat dapat membantu remaja memahami pentingnya menunda pernikahan dan memiliki hubungan yang sehat dan aman. Selain itu, artikel ini menekankan pentingnya melibatkan masyarakat, termasuk keluarga, sekolah, dan lembaga agama, dalam upaya untuk mengatasi pernikahan dini.

Dalam konteks hukum, artikel ini menyoroti perlunya konsistensi antara hukum Islam, hukum nasional, dan hak asasi manusia internasional dalam mengatur pernikahan anak. Artikel ini juga menekankan perlunya penegakan hukum yang lebih kuat terhadap praktik pernikahan anak di Indonesia.

Secara keseluruhan, artikel ini menggarisbawahi pentingnya mengatasi pernikahan dini sebagai masalah sosial dan hukum di Indonesia. Upaya yang komprehensif, termasuk pendidikan seksual, akses ke layanan kesehatan reproduksi, dan penegakan hukum yang lebih kuat, diperlukan untuk melindungi hak-hak anak dan mempromosikan kehidupan keluarga yang sehat dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline