Seseorang yang dikenal sangat pendiam dan jarang sekali mengobrol biasanya di labelling sebagai orang yang memiliki rasa malu yang tinggi, terhadap orang-orang sekitar terutama untuk melakukan komunikasi. Mungkin hal ini adalah bawaan dari keluarga ataupun saudaranya yang kebanyakan memiliki rasa pendiam dan akhirnya pemalu juga. Namun, itu bisa dikatakan tidak benar juga bila ia pendiam dan pemalu karena turunan dari keluarganya.
Mungkin saja seseorang yang pendiam dan pemalu, sulit bagi dirinya untuk memulai bertegur sapa dan berkomunikasi. Disinilah salah satu hambatan yang kebanyakan dialami seseorang apalagi ketika bertemu orang yang baru kenal. Justru harus dari diri kita sendiri lah yang memulai untuk melakukan interaksi, jangan hanya sekedar bertanya lalu diam lagi.
Tentu itu adalah hal yang salah, karena setiap manusia dianjurkan untuk saling berinteraksi satu sama lain tanpa memandang latar belakang, suku, ras, dan budaya.
Intinya semua manusia itu sama, yang berbeda hanya daerah tinggalnya, sukunya, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya. Tetapi pada dasarnya bahasa yang utama digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bila ada yang menggunakan bahasa daerahpun tak masalah, asalkan saling mengerti saja apa yang dibicarakan.
Jujur saja saya menulis artikel ini karena dasarnya saya memang dikenal pendiam dan tak banyak ngobrol dengan orang sekitar, apalagi dengan teman. Namun jika sudah kenal betul barulah biasanya saya membuat keributan, kesal, berisik, dan lain-lain. Tentunya tidak sampai heboh sekali, hanya sekedar meramaikan suasana saja.
Awal mula bertemu orang yang baru dikenal untuk dijadikan teman, memang adalah kendala bagi saya sendiri untuk saling mengobrol. Yang ada saya hanya ditunggu ditanya dan diajak ngobrol, barulah disitu saya membuat penilaian terhadap orang tersebut. Kira-kira orang ini enak atau tidak diajak ngobrol, berteman, bercanda, dan selalu bersama. Bagimanapun juga saya adalah tipe orang yang 'hati-hati dalam memilih kawan'.
Maka itu artian tersebut bukan dinilai dari materi, tetapi bagi saya orang itu enak atau tidak diajak berteman, dan kira-kira orangnya benar atau tidak. Jadi bagi saya berteman tidak boleh memandang materi. Melainkan bagaimana cara kita untuk saling bersama dan peduli satu sama lain, dan jika perlu saling membantu dan tolong menolong jika diantara teman-teman saya mengalami kesulitan. Disitulah tak hanya sekedar teman, melainkan sahabat.
Bagi kalian yang memiliki rasa malu di dalam diri segeralah buang jauh-jauh, usahakan untuk tetap berani bertegur sapa. Pada siapa saja dan dari berbagai kalangan. Namun bila ingin mengobrol pada orang yang lebih tua bahkan lansia haruslan sopan santun jika perlu cium tangan. Barulah memulai berkomunikasi, bahas apa saja yang menurut kita enak untuk diperbincangkan.
Dengan begitu perlahan rasa malu kita untuk berkomunikasi akan hilang dan kita semakin terbiasa untuk saling menyapa dan mengobrol dengan orang-orang sekitar. Lakukan saja hal ini setiap hari dan dimanapun kita berada, bukan artinya kita tidak waspada. Waspada harus namun kita harus berani menegur duluan, sebab memang tidak ada yang tahu orang-orang diluar sana bagaimana dan seperti apa.
Saya pribadi memang takut dengan kehidupan diluar sana, tetapi mau bagaimanapun juga memang harus berani melihat dunia luar apalagi sudah masuk usia matang nan dewasa. Tidak ada lagi kata malas untuk keluar, justru zona nyaman yang berlebihan akan membuat kita merasa lebih malu dan pendiam untuk berkomunikasi pada orang-orang diluar sana.
Jadi cobalah kita melihat diri kita sendiri, kira-kira kita sudah siap atau belum untuk menghadapi itu semua. Dan apakah kita sudah bisa menghilangkan rasa malu yang berlebih ini dari dalam diri kita. Tentu hal tersebut harus banyak-banyak dipikirkan dan dicari tahu mengapa bisa begini dan begitu. Selain itu menjadi pusat perhatian publik pun adalah salah satu cara untuk menghilangkan rasa malu kita.