Magelang - Menurut sebagian orang, Magelang lebih terkenal dengan Candi Borobudurnya. Namun kalian harus tahu, bahwa di Kabupaten Magelang masih banyak terdapat candi-candi peninggalan sejarah. Salah satu candi diantaranya adalah Candi Asu. Candi Asu sendiri berada di lereng Gunung Merapi, tepatnya Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Candi ini berada di sekitar area persawahan dan perkebunan milik warga. Lokasi Candi di dekat pertemuan Sungai Pabelan dan Sungai Telingsing. Tidak jauh dari Candi Asu juga terdapat dua buah Candi lainnya, yakni Candi Lumbung dan Candi Pendem. Namun, berbeda dengan Candi Asu dan Candi Pendhem yang terletak di tengah ladang, Candi Lumbung berada di pingiran Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing.
Namun, karena erupsi Merapi pada 2010 silam, dan lahar dingin mengalir di dua sungai tersebut nyebabkan Candi Lumbung rawan terbawa arus, sehingga dipindahkan ke lokasi lain yang lebih aman. Dinamakan Candi Pendhem, karena bangunan candi tersebut sempat tertimbun tanah. Sedangkan Candi Lumbung ,dimungkinkan oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi
Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Candi Asu adalah candi berlatar belakang agama Hindu. Pendirian candi ini terkait dengan penemuan sejumlah Prasasti di dekat Candi Asu, seperti prasasti Sri Manggal II, Kurambitan I dan II yang berisi tentang Sang Pamgat Hino Pu Apus yang menetapkan dharmmanya di Salingsingan. Selain itu, ada prasasti lain yang menyebutkan tentang Dharmma Sri Maharaja Rakai Kayuwangi kepada Bharata di Salingsingan yang berangka tahun 802 Saka atau 880 Masehi.
Meskipun tidak sebesar dan semegah Candi Borobudur, namun candi satu ini juga peninggalan sejarah yang asyik untuk berwisata. "Namanya Candi Asu. Mungkin nama candi tersebut asing di telinga kalian saat ini, padahal candi ini cukup banyak dikenal juga, apalagi didaerah kawasan Dukun dan sekitarnya. Candi Asu cukup terkenal dikarenakan namanya, yaitu asu.
Di masyarakat jawa sendiri, asu mempunyai arti anjing. Nama candi tersebut diberikan oleh masyarakat setempat karena Arca Lembu Nandi yang ada di kompleks candi menyerupai anjing", ujar Yahya. "Candi Asu memang kurang terkenal dikalangan wisatawan, dikarenakan berada di daerah dataran tinggi", lanjut Yahya.
Candi Asu menghadap ke barat. Candi ini berdenah bujur sangkar dengan panjang sisi 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Sedangkan tinggi bagian atap candi tidak diketahui secara pasti karena telah runtuh. Di bagian dalam candi terdapat sumur berbentuk persegi yang kedalamannya mencapai 3 meter dengan lebar berukuran 1,3x1,3 meter. Fungsi sumur belum diketahui secara pasti, meski di dinding sumur masih terlihat bekas ketinggian debit air.
Dulunya di dalam tubuh candi tersebut juga terdapat patung Lembu Nandhi. Nama Candi Asu sendiri diberikan karena sewaktu pertama kali ditemukan patung Lembu Nandhi wujudnya telah rusak dan lebih mirip menyerupai Asu (Anjing-dalam bahasa Jawa). Beberapa relief pada bagian kaki dan tubuh candi masih bisa dilihat. Pada bagian kaki candi terdapat motif hias sulur-suluran, flora, dan burung kakak tua.
Keterkenalan nama Dewindani tiada lain karena mitos yang beredar mengenai penamaan candi ini. Satu versi mengatakan bahwa "Asu" yang berarti "Anjing' dengan konotasi hina dan kasar ini sebagai bentuk perwujudan seorang wanita yang melakuan perselingkuhan padahal ia sudah menikah.
Versi yang lebih awal mengatakan bahwa kata 'Asu' berasal dari kata "Ngaso' yang juga berasal dari Bahasa Jawa yang berarti 'Beristirahat'. Menurut legenda candi ini adalah makam Sang Prabu Hayuwangi yang memang sengaja datang ke candi ini untuk beristirahat selama-lamanya. Itulah sebabnya candi ini dinamakan Candi Asu.
Adanya dua asal muasal nama tersebut menjadi bukti kuat bahwa penamaan candi ini diberikan oleh masyarakat hingga akhirnya terdapat 2 versi yang berbeda. Namun keduanya cukup bisa dimengerti dan masuk logika. Walau bagaimanapun kisah yang berkembang, Candi Asu adalah salah satu warisan budaya masa lalu yang harus dipelihara agar tetap dapat dinikmati generasi penerus pada masa yang akan datang.