MELEMAHNYA KEBEBASAN SIPIL DAN BURUKNYA HUKUM BESERTA PENEGAKAN KEADILAN
Amnesty Internasional
Amnesty International adalah gerakan global dengan lebih dari 10 juta orang di berbagai negara dan wilayah yang berkampanye untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia. Amnesty International didirikan pada tahun 1961. Kini, kami telah memiliki lebih dari 10 juta anggota di berbagai negara dan wilayah, termasuk di Indonesia. Melalui kampanye dan advokasi, riset kami yang mendetail, dan edukasi hak asasi manusia (HAM) kami berjuang untuk memerangi pelanggara HAM di seluruh dunia.
---
Kebebasan sipil di Indonesia terancam dalam beberapa tahun ke belakang. Saat melakukan aktivitas- aktivitas yang sah untuk mendorong penegakkan hak asasi manusia (HAM), para pembela dan organisasi HAM menghadapi ancaman dan serangan, baik secara langsung maupun digital. Selama periode Januari 2019 sampai Mei 2022, Amnesty International mencatat terdapat setidaknya 328 kasus serangan fisik dan/atau digital terhadap masyarakat, dengan setidaknya 834 korban. Korban-korban ini mencakup pembela HAM, aktivis, jurnalis, pembela lingkungan, mahasiswa, dan demonstran. Terduga pelaku dari serangan dan intimidasi ini adalah aktor negara dan non-negara.
Laporan ini mencermati pola represifitas dengan bersumber pada kasus-kasus yang dicatat oleh Amnesty International antara Januari 2019 sampai Mei 2022. Laporan ini berdasarkan pada wawancara dengan 52 narasumber yang terdiri dari pembela HAM, aktivis, mahasiswa, advokat, dan jurnalis, serta berdasarkan laporan media dan berkas kasus. Laporan ini membahas tergerusnya ruang masyarakat sipil di Indonesia sebagai dampak dari serangan terhadap kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat secara damai, keamanan pribadi, dan hak untuk bebas dari penahanan sewenang-wenang.
KONTEKS LEGISLATIF
Kerangka hukum Indonesia sejatinya mengakui hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul dan berserikat secara damai. Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional, termasuk Kovenan Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), serta menerbitkan instrumen hukum nasional untuk menjamin hak-hak yang diatur dalam ICCPR, seperti perlindungan hak-hak sipil sebagaimana tercantum di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Sayangnya, beberapa pasal dalam perundang-undangan lainnya masih disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi, termasuk beberapa pasal pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
PENYEMPITAN RUANG SIPIL