Lihat ke Halaman Asli

Angga Aprianto

Mahasiswa S2 Ekonomi Syariah

Pengelolaan Barang Milik Negara Sebagai Sumber PNBP

Diperbarui: 15 Desember 2024   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa penopang dari jalannya pemerintahan kita negara Indonesia yaitu berasal dari Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan pajak memegang peranan sangat vital dengan porsi kontribusi dari penerimaan APBN Indonesia. Berdasarkan data statistik Kementerian Keuangan per 31 Desember 2023, penerimaan APBN tahun 2023 mencapai Rp2.774,3 triliun, ia bersumber dari penerimaan pajak sebesar Rp1869,2 triliun, penerimaan Kepabeanan dan Cukai sebesar Rp286,2 triliun, serta penerimaan PNBP sebesar Rp605,9 triliun. Tentunya sumber dari pajak berasal dari pajak badan dan pajak pribadi, sehingga sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Salah satu upaya pemerintah dalam menopang APBN yang juga tidak kalah vital yaitu berasal dari PNBP.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, bahwa salah satu sumber objek PNBP adalah pengelolaan barang milik Negara. UU Nomor 9/2018 ini merupakan penyesuaian dengan lahirnya paket Undang-Undang di bidang Keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Definisi barang milik Negara muncul dalam UU Nomor 1 Tahun 2004. Barang Milik Negara mulai diatur khusus dengan aturan turunan melalui Peraturan Pemerintah Tahun 6 Tahun 2006 sebagaimana telah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.

Pengelolaan Barang Milik Negara menjadi sangat berarti terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat karena merupakan porsi terbesar dari neraca, seperti yang kita ketahui bahwa LKPP Tahun 2004 mendapatkan opini “disclaimer” dari Badan Pemeriksa Keuangan. Opini ini diberikan karena laporan keuangan pemerintah pusat pada saat itu dianggap tidak memenuhi standar yang ditetapkan, terutama terkait dengan masalah pengelolaan dan pelaporan yang tidak memadai yang salah satunya yaitu pengelolaan aset yang buruk. Pada tahun 2004, pengelolaan aset pemerintah pusat, seperti aset tetap dan barang milik negara, masih sangat lemah. Banyak aset yang tidak tercatat dengan benar atau tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas. Sejak saat itu pemerintah menjadi concern terhadap Barang Milik Negara dan juga termasuk dalam program Reformasi Birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2006 dengan dibentuknya unit Eselon I dibawah Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Pengelolaan Barang Milik Negara dengan berjalannya waktu, dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL), salah satu temuan berulang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan yaitu pungutan belum memiliki dasar hukum dan digunakan langsung untuk operasional diluar mekanisme PNBP. Salah satu indikasi dari penyebab temuan ini adalah tidak adanya imbal balik atas PNBP yang sudah dihasilkan dari pemanfaatan BMN. Satuan kerja merasa sudah bersusah payah dalam mencari mitra pemanfaatan BMN tetapi tidak ikut merasakan keuntungan nyata bagi instansi atau internal kantor masing-masing. Sebelum terbitnya UU 9/2018 terlihat potret data PNBP yang berasal dari pemanfaatan BMN berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited Tahun 2017 sebesar Rp503.190.153.764,00 dan pada tahun 2018 sebesar Rp1.575.471.215.636,00.

Berdasarkan data diatas, dapat kita simpulkan bahwa barang milik negara memiliki kontribusi sebagai salah satu sumber PNBP di negara Indonesia.  Setelah terbitnya UU Nomor 9/2018, 2 (dua) tahun setelahnya pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. PP 58/2020 menjadi salah satu terobosan khususnya dalam pengelolaan BMN, salah satunya Pengguna Barang dapat merencanakan PNBP sekaligus penggunaan kembali dana PNBP yang sudah berhasil terkumpul pada kas negara. Berdasarkan pasal 53 PP 58/2020, bahwa terhadap usulan penggunaan dana PNBP, Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara, kebijakan fiskal dan kebutuhan pendanaan instansi pengelola PNBP. Melalui PP 58/2020 ini Pemerintah berupaya meningkatkan tata kelola good governance salah satunya dalam pengelolaan BMN. Tentunya pemerintah terus berupaya untuk mendapatkan trust dari masyarakat yang menjadi social capital bahwa pengelolaan BMN sebagai salah satu instrument fiskal telah digunakan dengan penuh tanggungjawab dan tidak hanya digunakan dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tetapi juga ikut berpartisipasi dalam menopang perekonomian. Pemanfaatan BMN memiliki peranan secara langsung kepada masyarakat untuk turut serta menciptakan masyarakat yang madani. Masyarakat secara langsung dapat merasakan manfaat dari aset negara dan akan menimbulkan jiwa nasionalisme yang tinggi dalam turut serta menjaga aset negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline