Seiring perekembangan zaman penggunaan bahan bakar minyak terus mengalami peningkatan. Menurut Kuncahyo (2013), tingkat konsumsi minyak di Indonesia sekitar 6% naik setiap tahunnya, sedangkan produksi bahan bakar minyak mengalami penurunan sebanyak 10% setiap tahunnya. Hal tersebut tentu saja mengkhawatirkan terjadinya krisis bahan bakar alam yang dapat punah jika digunakan terus menerus.
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu produksi bahan bakar alam yang tidak dapat diperbarui belum bisa mengimbangi konsumsi bahan bakar yang semakin membengkak. Selain konsumsi bahan bakar yang semakin tinggi, penyelundupan minyak yang terjadi di berbagai daerah juga berpotensi besar merugikan negara.
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami kerugian hingga 8,8 trilyun rupiah per tahun (Indartono, 2011). Jumlah tersebut tentu tidak sedikit, sehingga perlu adanya penanganan problem tersebut agar tidak merugikan negara di tengah krisis bahan bakar seperti saat ini.
Pemerintah mencoba mengatasi krisis bahan bakar dengan mencari alternatif lain seperti menggunakan biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar minyak yang dapat diperbarui atau bisa juga diartikan sebagai bahan bakar yang bersumber dari bahan-bahan organik (Kuncahyo, 2013). Sehingga persentase kelangkaan bahan bakar minyak semakin menurun.
Menurut Indratno (2011), ada beberapa jenis tanaman yang memiliki potensi besar sebagai biodiesel di Indonesia, yaitu jarak pagar, bunga matahari, dan kelapa sawit. Pengembangan ketiga tanaman tersebut berbeda-beda, jarak pagar dan bunga matahari cocok ditanam pada lahan yang tandus serta memiliki kadar hujan yang rendah.
Diperkiran ada setidaknya 33 juta hektar lahan yang tandus akibat penebangan hutan secara global. Dengan banyaknya lahan tersebut, jarak pagar dan bunga matahari diprediksi dapat menghasilkan 66 milyar biodiesel jika dalam proses produksi tidak mengalami hambatan.
Kelapa sawit memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar alternatif yang dapat membentengi negara Indonesia dari krisis energi. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama penghasil ekspor terbesar bagi Indonesia. Tak heran, jika perkembangan lahan sawit semakin pesat seiring pertumbuhan ekonomi yang naik drastis dari hasil ekspor tanaman ini.
Menurut Jefri Saragih (2012), hasil dari ekspor sawit yang masuk pada dana APBN mencapai 9,11 milliar dolar. Industri minyak sawit juga termasuk dalam penghasil devisa negara terbesar, kedaulatan energi, pendorong sektor ekonomi masyarakat, dan sebagai lapangan pekerjaan. (Purba, 2017).
Kelapa sawit dapat menghasilkan 5.950 liter minyak per hektar. (Indratno, 2011). Dengan jumlah tersebut tentunya kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar yang berasal dari fosil (tidak dapat diperbarui).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mengalami krisis bahan bakar atau energi. Hal tersebut didasarkan dengan masih banyaknya alternatif sumber daya alam yang dapat diperbarui seperti biodiesel. Namun, penggunaan bahan bakar secara terus menerus yang mengalami peningkatan dan penurunan produksi bahan bakar merupakan ancaman besar yang harus diwaspadai oleh negara.