Lihat ke Halaman Asli

Angesti Ardelia Insani

Universitas Airlangga

Bidadari Tidak Mengizinkan Perempuan Mati karena Kanker Payudara dan Kanker Serviks

Diperbarui: 22 Juni 2022   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bidadari adalah sebuah gerakan moral yang tidak mengizinkan seorangpun perempuan mati karena kanker payudara dan kanker serviks. Bidadari bukan yayasan, lsm, atau organisasi di bawah lembaga apapun. Wilayah kerja Bidadari secara umum adalah seluruh dunia, secara khusus adalah Negara Indonesia.

Istilah Bidadari diambil dari bahasan sanskerta, Vidhya yaitu ilmu pengetahuan dan Dharya yaitu seseorang yang memiliki/ membawa, sehingga Vidhyadharya atau Bidadari adalah istilah atau sebutan bagi seseorang yang memiliki/ membawa ilmu pengetahuan (tentang penanggulangan kanker payudara dan serviks). Baik lelaki maupun perempuan. 

Konsep Bidadari adalah membuat seseorang menjelma menjadi Bidadari dan kemudian mendorong/ memotivasi orang lain untuk menjelma menjadi Bidadari pula. Demikian seterusnya sehingga semua orang di dunia menjadi Bidadari.

Bidadari ini dicetuskan oleh Dr. Ananto Sidohutomo, MARS. Pertama kali di publikasikan pada tanggal 18 Oktober 2008. Beliau dijuluki dengan The Prince of Never Ending War (Against Cancer). Tag line Bidadari adalah "Mom..., Please Don't DIE!". 

Beliau mengetahui adanya celah kekosongan bahwa di Indonesia tidak bisa menunjukkan kanker seperti apa secara fisik, maka Dr. Ananto muncul ide untuk bikin suatu persentasi yang bisa ditunjukkan secara fisik seperti apa wujud kanker tersebut. 

Upayanya dengan mengumpulkan beberapa artefak, dari pasien-pasien yang memiliki kanker dan meminta izin dari yang bersangkutan, sekaligus keluarga dan juga dokter yang menangani. Sehingga, tanggal 2 November 2013 gagasan bisa direalisasikan dengan menampilkan artefak dan poster-poster di Museum Kanker Indonesia Yayasan Kanker Wisnuwardhana. Di dalam museum tersebut terdapat 29 artefak dalam bentuk organ yang menunjukkan jaringan kanker.

Dalam mengelola museum, beliau mengeluarkan sekitar 8-10 juta per bulan untuk menanggung operasional. "Tetapi dalam mengelola museum ternyata masih kekurangan uang dan SDM, maka museum hanya dijaga saja oleh orang yang bisa mengelola 24 jam," kata Dr. Ananto. 

Tanpa ada admin ataupun tour guide, sehingga orang-orang bebas untuk masuk di Museum Kanker Indonesia YKW. Seandainya memerlukan narasumber, penyuluhan dan edukasi dapat menghubungi langsung Dr. Ananto.

Kemudian Dr. Ananto didampingi oleh Ibu Anna Maharani untuk ikut berperan sebagai relawan dengan jabatan Direktur Museum Kanker Indonesia Yayasan Kanker Wisnuwardhana, karena pada saat launching beliau memberi sambutan yang sangat luar biasa, sehingga hal tersebut menjadikan beliau sebagai direktur. Ibu Anna Maharani merupakan psikolog dan penyintas kanker payudara, sebagai surviver bertahan selama 29 tahun.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker yaitu, tidak bersih; salah memilih dalam hal life style seperti makan gorengan, pergaulan, dll; alami (menua); serta keturunan. Kalau faktor alami seperti menua memang tidak bisa dihindari, tetapi faktor tidak bersih dan pemilihan life style bisa diubah.

Umumnya, perempuan baru didiagnosa kanker payudara atau kanker serviks pada tahap lanjut. Padahal kanker dapat dilakukan pencegahan dan deteksi dini, jika ketahuan pada tahap dini maka mereka bisa melakukan penyembuhan yang maksimal. Upaya pencegahan kanker dengan pap smear setahun sekali secara rutin, agar ketahuan dalam waktu dini dan dapat terdeteksi untuk melakukan upaya mencapai kesembuhan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline