Lihat ke Halaman Asli

Mulutmu Harimau, Tanda Ketidak Sabaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada pepatah bijak yang bilang “Mulutmu adalah harimaumu”, sepertinya ter-
dengar benar banget tetapi apa yang mungkin timbul bagi orang yang meme-
gang teguh kata-kata bijak tersebut?.

Maka sedikit saja ada orang yang berbicara yang menurutnya tidak enak
didengar oleh dirinya, maka dia lantas marah, memutuskan hubungan relasi,
memutuskan hubungan bisnis, memutuskan hubungan kekasih, mencelakai
orang, bahkan lebih jauh akan membunuh orang yang menurutnya telah
menghinanya (menyinggungnya) dengan kata-kata tidak enak tersebut!

Tolok ukur kata-kata tidak enak sangatlah abstrak dan berbeda bagi tiap
orang, seperti kata “Gila”, dikalangan orang-orang tertentu dan saat tertentu,
merupakan kata-kata standart dan tidak masuk dalam kategori menghina.

Sebab kata-kata tersebut bisa dipakai sebagai ungkapan “Keheranan akan
kehebatan seseorang atau kelebihan temannya”.

Disisi lain “Suatu ciri khas kata umpatan tertentu” daerah tertentu ini berubah
arti menjadi suatu ciri khas bahwa orang tersebut adalah orang dari suatu
daerah tertentu bila memang sedang berkelana jauh dari tempat semula
sebagai tanda pengenal dari daerah mana seseorang berasal.

Tetapi dilain waktu kata-kata tersebut memang asli bermakna untuk meng-
hina, jadi tergantung situasi & kondisi tentunya. Itulah ilmu kata-kata, masuk
dalam ilmu komunikasi antar pribadi, antar pribadi dengan komunitas, antar komunitas dengan komunitas, selalu berubah sesuai era, situasi, kondisi dan
keterkaitan yang berbeda akan berbeda makna (konteks).

Namun kejadian paling fatal adalah amarah, dengan mengambil pepatah
“Mulutmu adalah harimaumu”, oleh seseorang, akan membuat orang tadi
sangat sensitive terhadap kata-kata kasar dan akan meledak kemarahannya
dengan segera bila ada kata atau kalimat yang dianggapnya menyinggung
atau menyakiti fikirannya padahal sebenarnya biasa saja bagi yang lain.

Ada cerita moral bergaya “fabel”, yang bisa dijadikan pedoman untuk hal ini,
diceritakan suatu hari ada seorang anak mengilik-ilik lobang tempat tinggal si
kepiting.

Si kepiting yang sedang istirahat akhirnya terbangun, sebab lobang tempat
yang dia tinggali jadi terusik oleh riak air di lobangnya yang naik turun, dan
membuat vibrasi hingga menggangu istirahatnya.

Dengan kemarahan yang meluap, mata melotot, nafas terengah-engah,
darah sudah naik keubun-ubun dan tinggal diledakkan, maka yakin dengan
senjatanya yang berupa capit, si kepiting naik keujung luar pintu masuk
di mana si pengganggu berada.

Lalu dengan capit yang
sangat kuat, dia mencapit pengilik-ilik si bocah yang mengganggunya, mencapit dengan keras kalau bisa sampai hampir putus dan tidak bakalan dia
lepaskan lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline