Lihat ke Halaman Asli

Rasa Ini

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Semua ini aku yang rencanakan walau bukan aku yang memutuskan tapi Dia, keputusanNya telah terjadi dan harus kuterima walau ku tak bisa menerimanya" Malam ini, aku duduk berdua dengannya, menyangkal semua perasaan yang mungkin ada. Tidak akan mungkin aku menjalin hubungan lebih dari pertemanan dengan dia, seandainya pun aku harus bersama dia, aku akan lari jauh, menjauhi hubungan itu. Namaku Rani, dan teman priaku itu Toni. Sebulan aku berkenalan dengan Toni, dan malam ini kami duduk dengannya menunggu busway seusai pergi nonton. Toni bersikap layaknya seorang pria yang ingin mendapatkanku, dari sikap dia dari bicaranya dia, dan dari segalanya. Mungkin aku dibilang kepedean tapi orang yang berada di posisiku pun mungkin akan berpikir sejalan denganku. "Mau makan?" tiba-tiba saja Toni berkata "Mmmm...Mmmm..." aku terbata saat ingin menjawab, tiba-tiba dia menganggetkan dengan pertanyaan itu. "Terserah aja" jawabku. "Emang belom laper?" tanya Toni. "Uda sih tapi engga deh, sayang duit gw" jawabku. "Kalo laper yaa makanlah" katanya. "Nanti dirumah gw makannya deh" balasku. Pembicaraan yang singkat tadi sedikit memecahkan keheningan sekitar halte yang sudah sepi namun kembali sunyi saat Toni dan aku terhenti untuk bicara. Toni anaknya yang pintar berolah raga dan lumayan juga di akademik namun beberapa hal seperti perkataan dia yang kurang dijaga yang membuatku step back dari dia. Berteman dengan dia bagiku sudah cukup, pacaran? thinking twice, maybe. Saat tadi menonton film, tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku, dengan alasan yang dia buat bahwa tempat itu dingin dan tanganku hangat padahal sama saja dinginnya. Adegan itu hanya terjadi 10 detik maybe less, setelah aku melepaskan tangannya bagaikan muncul tiba-tiba dari kepalaku tanda tanya yang besar diatas kepala tentang hal itu namun aku tidak memikiran itu terlalu lama, sayang melewatkan film dengan pikiran yang tidak terlalu penting itu. Bus yang ditunggu datang juga setelah sekitar 15 menit menunggu dan ternyata sudah penuh sesak. Hanya ada 2 pilihan, naik bus yang penuh sesak atau tetap menunggu bus yang kemungkinan lama dan penuh sesak juga. Aku dan Toni langsung bergegas mengambil option yang pertama dan berdiri dengan kumpulan orang banyak di bagian tengah. Tiba-tiba saja bus itu rem mendadak dan Toni menggenggam tanganku erat, mungkin takut akunya jatuh namun adegan itu terus ia lakukan sampai halte tujuan kami. Di halte itu, sangat sepi, hanya ada 2 penjaga loket tiket dan satu bapak tua yang menunggu bus arah sebaliknya. "Ran, ini pin lu, sebulan yang lalu jatoh di depan kelas gw" kata Toni mendadak. "Hah? Pin gw? Oh iya, ini pin gw. Baru lu balikin?" tanyaku. Pantas saja pin namaku yang kukaitkan di tas tidak ada, ternyata jatuh dan Toni yang mengambilnya. "Sorry, gw cuma pengen tau siapa yang punya pin ini dan ternyata orangnya itu yang ada disamping gw sekarang" jawabnya. "Terus? Lu kan udah tau, mau ngapain dong lu?" tanyaku penasaran. "Awalnya pin nama lu itu berharga buat gw tapi sekarang, pin nama itu posisinya udah di ganti sama yang punya. Yaaa, buat gw, lu yang berharga Ran. Gw engga minta lu buat maksain kalo lu ngga bersedia tapi gw berharap ada yang lebih dari pertemanan ini" jelas Toni. Ya ampun, ini beneran perasaan dia yang diungkap sepertinya dan aku harus menjawab pernyataannya tadi tapi.... ini Toni yang berbicara dan aku bingung. "Serius Ton? Kalo ini cuma maon-main, mending ngga deh" jawabku singkat. "Engga kok, ini serius." jawabnya tegas. "Oke, gw dari dulu engga pernah merencanakan untuk lebih dari sekedar teman sama lu, tapi gw juga engga bisa tolak kalau misalnya ada kata yang lebih dari 'teman' atas ini semua, dan mungkin hal itu ada, mungkin Tuhan membuat itu ada" jelasku. "Lalu...???" tanya Toni dengan penasaran. "Sebuah rasa bisa muncul dan hilang kapan aja. Rasa yang lu rasain sekarang ke gw juga bisa hilang kapan aja. Butuh waktu untuk mengubah rasa itu menjadi sebuah komitmen, gw harap kita bisa memakai waktu itu dan dewasa nanti kita bisa jalani itu, bukan sekarang" jawabku dengan jelas. "Gw ngerti maksud lu, dan malam ini, gw ubah itu semua untuk kedepannya nanti dan gw harap kata 'mungkin' tadi menjadi hilang" yakin Toni. "We'll see, just proved it" kataku. sumber gambar: Google




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline