Lihat ke Halaman Asli

Angelina Ave Gratia

Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana 55520120031 (Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak)

Puan-puan Dalam Kereta Baja

Diperbarui: 5 April 2022   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari sudah gelap, hari ini aku beranjak dari meja kantor setelah gema panggilan sholat berkumandang. Memanggil insan-insan Ilahi yang tak berdaya di bawah guyuran air hujan semenjak sore tadi. Memang, sore ini hujan deras dan lama, rejeki penutup puasa hari ini. 

Kakiku berayun selangkah demi selangkah melewati genangan air sepanjang jalan dari kantor ke stasiun KRL di Jakarta. Kukira aku sendiri menyusuri jalanan ini, ternya masih banyak yang juga berlari mengejar kereta. Entah kenapa bola mataku berputar menjelajahi penjuru stasiun sampai ke dalam rangkaian kereta. Semakin ku sadari banyak sekali puan-puan tangguh di tanah ini. Banyak, bahkan sisi kananku adalah seorang puan yang sedang membawa nyawa dalam perutnya. 

Ribuan rasa bercampur dalam bennakku. 

Bersyukur aku hidup di kota ini. Kota yang memberi berbagai kesempatan bagj puan-puan ini mengaktualisasikan diri, mengejar cita-cita, atau yang paling sederhana menyambung hidupnua dan keluarga dari hari ke hari. Tidak banyak yang masih mampu bersenda gurau, mayoritas memilih asyik dengan dunianya sekedar membaca novel, melihat media sosial, belanja online, menamatkan drama favorit, atau berkeluh kesah macam aku. 

Puan-puan lebih memilih menghemat tenaga sambil waspada menjaga barang-barang berharga. Puan-puan ini harus pandai mengatur alokasi tenaga karena di rumah masih ada jiwa-jiwa yang hadus dirawatnya, jiwanya sendiri mungkin diurutan terakhir. 

Satu hal sederhana yang bisa terpotret malam ini, buah tangan. Tangan-tangan itu banyak menenteng kresek-kresek penuh cinta, cinta berbentuk buah tangsn untuk belahan jiwa di rumah. Aku? Kemudian aku melihat diriku sendiri, yang selalu sibuk dengan tentengan setiap hari. Hari-hariki tentu saja tak pernah alpa membawa air susu perah untuk si kecil, malam ini juga membawa sebotol madu untuk si sulung dan sebongkah harapan untuk keluarga kami. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline