Sebenarnya apa, sih, tugas guru BK di sekolah?
Menghukum para muridnya? Guru BK melakukan hal seperti itu bukan karena tidak suka/membenci muridnya, apalagi mem-bully mereka, namun demi menertibkan murid supaya murid yang melakukan kesalahan merasa bahwa itu tidak benar dan tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Ya walaupun banyak anak murid yang masih tidak jera untuk melakukan kesalahan yang sama.
Memang sudah menjadi tugas guru BK untuk menertibkan anak muridnya. Lalu bagaimana cara guru BK menghadapi anak-anak yang masih tidak kapok dengan kesalahan mereka? Tentu saja guru BK mempunyai cara tersendiri untuk menghadapi masalah tersebut. Memang bukan masalah yang sangat serius, namun jika dibiarkan, lama-lama mereka akan menganggap hal tersebut sepele dan akan menjadikannya masalah yang serius.
Selain memberikan peringatan, guru BK seringkali memperbaiki sikap anak-anak yang bermasalah tadi dengan cara memberi sanksi. Sebenarnya sederhana dan tidak berlebihan, namun hal ini ternyata seringkali disalahartikan. Banyak yang menganggap sanksi/hukuman adalah cara yang salah untuk mendidik anak.
Memang, ada banyak tipe anak dan perlakuan yang tepat bagi masing-masing individu, namun sanksi ringan memang yang paling lazim dan dapat diterima oleh sebagian besar.
Hukuman yang dimaksud misalnya membersihkan toilet siswa, membersihkan halaman sekolah, membuat surat pernyataan, meminta tanda tangan dari seluruh guru dan karyawan sekolah, atau bahkan meminta mereka untuk membawa tanaman atau bunga dari rumah. Kadang memang terdengar aneh dan tidak masuk akal.
Di sisi lain, guru BK melakukannya demi mengatur kedisiplinan anak muridnya. Hal ini dirasa cukup ampuh karena dengan cara tersebut, anak-anak akan merasa jera karena merasa hukuman akibat melanggar peraturan itu merepotkan. Selain itu, hukuman seperti membersihkan tempat akan menjadikan lingkungan sekolah menjadi bersih dan asri.
Sebagai salah satu contoh, ada peristiwa yang saya alami pada saat masih kelas 7 SMP. Saat itu saya lupa memakai dasi ke sekolah. Sebenarnya saya menyadari ketidaklengkapan atribut saya di tengah perjalanan, namun saya terlalu takut dan panik untuk memutuskan pulang lagi atau tidak ambil pusing, mengingat waktu yang terus berjalan mendekati bel sekolah. Kebetulan hari itu diadakan apel pagi dan semua siswa yang tidak memakai atribut lengkap harus menghadap BK.
Lalu apa yang dilakukan guru BK saya pada waktu itu? Beliau memberi saya dasi kertas dan memakaikannya ke saya sebagai hukuman. Saat itu saya merasa malu dan kemudian menangis. Namun sesaat setelah itu saya menyadari bahwa memang itulah tujuan hukuman yang beliau berikan kepada saya, supaya kesalahan yang saya perbuat tidak saya abaikan sehingga saya tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.
Jadi setelah membaca poin di atas, apakah masih ada yang berpikir bahwa guru BK menghukum muridnya karena membenci atau keinginan sendiri? Sangat mungkin bila masih ada, karena tidak bisa dipungkiri, sumber daya manusia dan pola pikirnya tidak bisa kita kendalikan kecuali bila kesadaran akan kedisiplinan dan keteraturan tersebut ada dari dalam diri kita masing-masing. Hal ini berlaku bagi murid, guru BK, bahkan orang tua/wali si murid sendiri. Terlebih bagi guru BK, kestabilan mental sangat penting supaya tidak salah menghakimi, apalagi hanya menuruti ego semata,
Nah, sekarang sudah lebih jelas, kan? Guru BK menghukum murid bukan karena ingin saja, melainkan untuk menumbuhkan kedisiplinan dalam diri anak murid yang disayanginya. Para guru terutama guru BK juga tidak ingin menghukum para muridnya jika murid sendiri tidak melakukan pelanggaran.
Demi kebaikan dan ketertiban mereka melakukan hal tersebut supaya di masa depan muridnya tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan patuh terhadap aturan. Terlebih dalam lingkup masyarakat luas yang penuh dengan orang dari bermacam-macam latar belakang. Perlu diingat juga bahwa hukum adalah norma yang penting di bangsa ini.