Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk tertinggi keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta jiwa (Oda, 2 Agustus 2017). Jumlah penduduk yang semakin bertambah ini menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Permasalahan yang cukup disoroti akhir-akhir ini yaitu mengenai darurat kekeringan dan krisis air bersih di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500m3/kapita per tahun. Masih jauh diatas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000m3 per tahun. Meskipun begitu, Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih.
Air merupakan unsur vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup manusia. Ketersediaan air di dunia ini sangat melimpah. Namun, yang dapat dikonsumsi oleh manusia sangatlah sedikit. Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air.
Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air. Seperti yang disampaikan Jacques Diouv, Direktur Jendral Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat dibanding se-abad silam. Berbanding terbalik, ketersediaan air justru menurun. Kekurangan air berdampak negatif pula terhadap semua sektor kehidupan, salah satunya termasuk sektor kesehatan.
Berdasarkan data sementara dari Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat sekitar 105 kabupaten/ kota, 715 kecamatan serta 2.726 kelurahan/ desa mengalami kekeringan akibat musim kemarau pada tahun 2017. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, kekeringan melanda 10 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Di 10 kecamatan tersebut ada 32 desa yang terkena dampak kekeringan, ada 12.721 jiwa dalam 7.621 KK yang terdampak kekeringan pada musim kemarau ini.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) merupakan salah satu universitas yang berada di Yogyakarta. Sebagai sebuah institusi yang turut berkontribusi dalam penggunaan air dalam aktivitas sehari-harinya, UAJY memiliki tanggung jawab dalam menanggapi isu kekeringan yang ada di DI Yogyakarta. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan awarenessdari lingkungan internal UAJY untuk lebih bijak dalam menggunakan air sesuai kebutuhan.
Dalam hal ini, kami mengambil kasus penggunaan air melalui dual flush toiletdi UAJY. Sistem flush merupakan sistem penyiraman otomatis pada toilet modern. Sistem flushmemungkinkan penyiraman otomatis dengan satu kali tekan oleh pengguna setelah menggunakan toilet.
Ada dua jenis sistem flush,yaitu single flushdan dual flush.Tipe single flushmenggunakan satu tombol atau tuas yang dapat ditarik untuk melakukan penyiraman, sedangkan tipe dual flushmenggunakan dua tombol dengan perbandingan 3:6 (dalam satuan liter) dimana tombol yang lebih kecil mengeluarkan 3 liter air dalam sekali tekan, sedangkan tombol yang lebih besar mengeluarkan 6 liter air dalam sekali tekan.
Masing-masing jumlah air tersebut memang dirancang sesuai kebutuhan, untuk kebutuhan buang air kecil, penyiraman dilakukan dengan menekan tombol 3 liter, sedangkan untuk kebutuhan buang air besar, penyiraman dilakukan dengan menekan tombol 6 liter. Namun ternyata tidak semua civitas akademika UAJY menyadari fungsi dari dual flushini.
Berdasarkan kuesioner yang telah kami bagikan, sebanyak 36 dari 50 mahasiswa FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan persentase 66,7% tidak mengetahui perbedaan fungsi pada tombol dual flush. Sebanyak 33 orang dengan persentase 61,1% mengatakan menekan kedua tombol dual flushketika buang air kecil. Menanggapi hal tersebut, kami ingin meningkatkan kesadaran civitas akademika UAJY melalui kampanye dual flush toiletdalam upaya penghematan air.