Pengangguran adalah situasi ekonomi di mana individu yang mencari pekerjaan tetap tidak bekerja. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional, tingkat perlawanan didefinisikan sebagai jumlah orang yang menganggur sebagai proporsi dari angkatan kerja. Angkatan kerja mencakup orang yang bekerja maupun yang menganggur, tetapi tidak termasuk orang yang pensiun, tidak mencari pekerjaan dan anak-anak.
Naiknya angka pengangguran dapat kita lihat saat terjadi pandemi COVID-19 tahun 2020 silam. Pembatasan kegiatan masyarakat yang diterapkan oleh pemerintah dilakukan untuk menekan penyebaran virus Covid-19, namun hal ini juga menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi yang berlangsung. Perusahaan harus mengurangi jumlah pegawainya dan banyak usaha yang harus digulung tikar. Akhirnya, angka respons pun meningkat.
Kata pengangguran mengacu pada situasi di mana seseorang secara aktif mencari pekerjaan tetapi tidak dapat menemukan pekerjaan. Pengangguran dianggap sebagai ukuran kunci kesehatan ekonomi. Ukuran pengangguran yang paling sering digunakan adalah tingkat pengangguran. Ini dihitung dengan membagi jumlah pertempuran dengan jumlah orang dalam angkatan kerja
The Learning Course (2005) berpandangan bahwa pengangguran juga dapat disinggung sebagai pengangguran sederhana, sebuah skenario yang terjadi ketika individu tidak bekerja dan secara efektif mencari bisnis. Mereka lebih jauh mengilustrasikan bahwa di tengah periode penurunan, ekonomi biasanya menghadapi peningkatan tingkat pengangguran. Dengan mempertimbangkan semua hal, sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa pengangguran adalah indikator ekonomi utama terutama karena ini menandakan kemampuan (atau ketidakmampuan) pekerja untuk segera memperoleh pekerjaan yang menguntungkan untuk berkontribusi pada hasil produksi ekonomi.
Pekerja yang menganggur harus mempertahankan setidaknya konsumsi subsisten selama masa latihan mereka. Hal ini berarti bahwa ekonomi dengan tingkat respons yang tinggi memiliki output yang lebih rendah tanpa penurunan proporsional dalam kebutuhan konsumsi dasar. Pengangguran yang tinggi dan terus-menerus dapat menandakan tekanan serius dalam ekonomi dan bahkan menyebabkan kekacauan sosial dan politik.
Tingkat pengangguran yang rendah, di sisi lain, berarti ekonomi lebih cenderung berproduksi mendekati kapasitas penuhnya, mendorong pertumbuhan upah, dan meningkatkan standar hidup dari waktu ke waktu. Namun, tingkat pengangguran yang sangat rendah juga bisa menjadi tanda peringatan dari ekonomi yang terlalu panas, tekanan inflasi, dan kondisi ketat untuk bisnis yang membutuhkan pekerja tambahan.
Baik orang yang menganggur maupun yang bekerja membentuk angkatan kerja, atau bagian dari populasi yang mampu dan tertarik untuk bekerja. Tidak termasuk dalam angkatan kerja adalah warga negara yang tidak mencari pekerjaan, misalnya ibu rumah tangga, seorang mahasiswa, atau pekerja yang putus asa, seseorang yang berhenti mencari pekerjaan karena yakin tidak ada pekerjaan yang tersedia.
Disamping itu, jika kita melihat faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran khususnya di Indonesia, dapat kita temukan yaitu Kurangnya Lowongan Pekerjaan sebagai salah satu faktor meningkatnya angka pengangguran tersebut. Seperti yang kita ketahui saat ini, banyak perusaahan maupun perekrut yang rentan menggunakan poster untuk mempromosikan perusahaannya tersebut dan menginformasikan bahwa mereka sedang merekrut karyawan. Kebanyakan dari mereka mencari dengan ketentuan Fresh Graduate.
Namun, tidak sedikit juga dari mereka yang menekankan di bagian kualifikasi bahwa calon karyawan harus mempunyai minimal 2 tahun kerja di bidang yang sama. Hal tersebut menjadi fokus dan juga masalah dalam perekrutan karyawan dalam pekerjaan yang dimana kebanyakan karyawan yang merupakan fresh graduate dari pendidikannya tidak memiliki pengalaman kerja. Lantas jika semua calon karyawan harus memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun, bagaimana dengan calon karyawan yang tidak mempunyai pengalaman apapun.
Referensi :
Kasnelly, F. A. J. S. (2020). Meningkatnya Angka Pengangguran Ditengah Pandemi (Covid-19). Al-Mizan: Jurnal Ekonomi Syariah, 3(1), 45-60.