Di malam yang sunyi, langkahku terhenti,
Menatap bayangan yang tak bertepi,
Di antara riak waktu yang tak berujung,
Tersimpan kisahmu, wahai sang pendiri agung.
Lembut suaramu hidup dalam angin,
Menggugah hati yang hampir dingin,
"Apa makna hidup yang kau kejar?"
Tanya itu menggema, menembus dasar sadar.
Aku menyentuh bayangmu dengan doa,
Mengurai jejak dari setiap karya,
Semangatmu terpahat di dinding fana,
Menghidupkan jiwa dalam cinta yang nyata.
Kau tanam benih harapan di tanah keras,
Membiarkan akar tumbuh, melawan deras,
Dengan kasih, kau ukir dunia,
Mengajarkan arti sebuah karya mulia.
Kini, dalam tafakur aku mendengarnya,
Bisik hikmah yang tak pernah pudar,
Bayanganmu bukan sekedar kenangan,
Tapi api yang hidup, memberi inspirasi.
Di setiap doa dan langkah yang kutempuh,
Namamu hadir, dalam nafasku yang teduh,
Menyentuh bayangan adalah merangkul hidup,
Melanjutkan mimpi yang tak pernah redup
Apa yang kamu pikirkan di malam yang sunyi,
saat mimpi jadi suluh yang redup?
Bagaimana rasa harapmu,
menghadapi dunia yang belum memahami?