Lihat ke Halaman Asli

Mengenang Tragedi 98 dalam Balutan Drama Musikal

Diperbarui: 18 Mei 2019   05:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Jo Hanapi

 Mawar bersama suami dan kedua anak laki-lakinya berjalan-jalan dan bermain bersama di taman dengan banyak bunga, menggambarkan kebahagian yang dimiliki Mawar saat itu. Tiba-tiba suasana berubah, atmosfer menggelap, dentang lagu menggebu berirama  menggambarkan kengerian tragedi 98 tempo dulu. Amukan masa kepada non pribumi menggebu tak pandang bulu. Anak-anak, perempuan menjadi korban. Mawar dan suami beserta kedua anaknya terpisah. Kerusuhan semakin membabi buta, suami dan salah satu anaknya mati dalam kebiadapan mereka yang anti dengan china. Mawar terombang-ambing dalam kerusuhan, dianiaya bahkan diperkosa dan anaknya satu lagi hilang entah kemana. Suasana kerusuhan mulai berhenti, seketika mawar diselamatkan  dalam pelukan Biarawati Sr Sessilia, CB, Romo Sudar serta dr. Tika yang menggambarkan ketiga pilar penopang  RS Carolus berdiri selama seratus tahun mengabdi di Indonesia. Rumah Sakit yang dibangun para suster Carolus Borromeus salah satu ordo Keagamaan Katolik Roma. Ketiga tokoh tersebut menunjukan simbol eksistensi karya CB  yang tidak sendiri melainkan  pendampingan oleh Keuskupan Agung Jakarta yakni Para Romo KAJ, serta Awam yakni dokter-dokter yg bertugas dalam pelayanannya.

Photo by Jo Hanapi

Mawar dirawat di RS Carolus, badannya remuk penuh luka akibat aniaya tragedi 98. Malapetaka mawar semakin memuncak, kalamana Mawar seorang katolik yang taat menyadari kengerian yang diberikan Tuhan terhadap dirinya. Kerusuhan 98 menyisakan perih dan luka, sepeninggal suami dan anak-anak yg sangat dicintainya. Belum selesai disitu, luka itu semakin dalam,  ketika Mawar diketahui hamil.

Ketidakterimaaan kenyataan yang dialami Mawar semakin menggebu sampai pada titik untuk mengakhiri hidupnya serta nyawa dalam rahim yang dianggapnya najis.

Peran tiga pilar RS Carolus, menunjukan fungsinya. Kehadiran mereka, berusaha memberi jalan terang untuk Mawar terlebih menjaga bayi dalam rahim Mawar agar tetap hidup. Romo Sudar menggambarkan kepada Mawar tentang seorang janda miskin yang mau memberikan apa  yang dia punya kepada pengemis saat dimana si janda miskin itu sudah tak memiliki apa-apa. Romo Sudar meyakini Mawar agar bersedia dengan tulus hati memberikan rahimnya kepada satu nyawa yang tak berdosa untuk hidup disaat dirinya tak memiliki apa-apa, selain rahimnya yang suci.

"Pemberian yang sangat berarti dan bermakna adalah ketika kamu berani dan iklas memberi disaat kamu tak memiliki apapun, itulah makna sebuah pemberian".

Tidak sampai disitu, usaha Romo, Suster dan Dokter pun berhasil membawa Mawar melahirkan bayinya meskipun berat hati, dengan syarat Mawar tidak akan pernah mau melihat bayinya itu. 

Setelah bayinya lahir, Mawar terganggu kejiwaannya. Di RS Carolus Mawar dirawat di ruang psikiatri disinilah drama musikal ini mulai mengocok perut dengan ragam tokoh gila. Seiring berjalannya waktu, Kemuning, anak Mawar yg tidak mau ditemuinya tersebut tumbuh besar dan cantik.

Sampai pada pertemuan, Kemuning dipertemukan dengan Xiaodan, anak laki-laki Mawar yang hilang. Dua individu yang tak mengenal satu sama lain itu pun terhanyut dalam cinta. 

Bergeming suasana lirih, disinilah puncak drama haru pertemuannya. Mereka berdua, bertemu dengan Mawar, Sang Ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline