Lihat ke Halaman Asli

Islam Itu Tinggi

Diperbarui: 16 April 2021   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Umat Islam pernah berjaya dan mengalami kegemilangan sebuah peradaban, hingga seorang Khalifah yang sangat masyhur dan terkenal karena ke tawadhuannya Umar Ibn Abdul Azis berkata, "Bilamana ada orang yang sanggup berjalan dari Sana'a (Ibu Kota Yaman) menuju Darul Baidho (Ibu Kota Maroko di Afrika Utara) untuk mencari orang-orang fakir miskin yang kesusahan, niscaya mereka tidak akan menemukannya," Padahal masa pemerintahannya tidak lama. Meski hanya tiga tahun, jasanya sangatlah besar dalam membangun dan menyebarluaskan dakwah Islam. Beliau adalah seorang khalifah, perisai kaum muslimin dan pemimpin yang adil jujur, dan bijaksana. Selama tiga tahun di bawah kepemimpinannya, semua rakyat yang berada dalam lindungan kekuasannya hidup berkecukupan dan sejahtera.

Kisah lain dalam masa kejayaan Islam tatkala, jauh sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah tentang Khalifah Umar Bin Khattab, ia adalah salah satu sahabat Rasulullah. Khulafaur Rasyidin. Di bawah kekuasannya, kunci Baitul Maqdis di Palestina ada dalam genggamannnya. Diserahkan secara sukarela oleh seorang Pendeta bernama Patrick Sophronius karena dia mengetahui akan ada seorang pemimpin Arab yang datang ke Kota ini. Di antara sifat-sifatnya adalah bajunya yang bertambal, kendaraan keledai yang dinaikinya, dan sifat sederhana yang jadi tabiatnya. Setelah masuk ke Baitul Maqdis, Umar diantar langsung oleh Patrick Sophronius menuju ke 'Temple Mount' tempat dimana dataran Al Aqsha berada. Di sana Umar menyingsingkan lengan jubahnya dan membersihkan komplek Al Aqsha dengan tangannya sendiri bersama para sahabatnya.

Dua kisah tadi hanyalah secuil kisah yang terjadi ketika Islam menjadi kiblat peradaban. Lalu bagaimana posisi dan kondisi umat Islam saat ini. Sejak dihapuskannya Daulah Islam Turki Utsmaniyah, maka praktis kaum muslimin di seluruh dunia, yang secara jumlah sangatlah banyaik, tercerai berai dalam berbagai sekat negara, dipecah menjadi negara kecil-kecil yang berdiri sendiri dengan otonomi dan otoritas dalam naungan nation state masing-masing.

Pada suatu waktu ketika Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabatnya, beliau bersabda "Pada suatu saat nanti, akan datang ditengah-tengah kamu, dimana orang-orang lain di sekeliling kamu akan bersatu mengerubungimu, seperti bersatunya orang-orang mengerubungi makanan di atas meja hidangan. Sebagian sahabat lantas terkejut. Kemudian mereka bertanya, "Apakah jumlah kami sedikit saat itu Ya Rasulullah?". Lantas Rasulullah SAW menjawab, "Sama sekali tidak, bahkan jumlah kalian sangat banyak. Namun kalian seperti buih di lautan. Allah telah mencabut rasa gentar dari musuh kalian terhadap kalian (HR.Imam Abu Dawud)  

Dalam hadits tersebut terkandung sebuah pesan tentang penyebab kenapa umat bisa seperti buih di lautan, adanya sebuah penyakit yang mendera umat akhir jaman yaitu wahn, dimana manusia didera cinta dunia dan takut mati. Begitulah kiranya gambaran Rasulullah tentang kondisi umat akhir zaman.  

Saat ini umat berada dalam kondisi yang lemah, meskipun mesjid megah berdiri dimana-mana, segala ritual ibadah keagamaan tidak terlarang dari shalat, zakat, puasa, haji, ifaq sedekah masih bebas dilakukan. Namun sejatinya pemikiran kaum muslimin masih jauh dari pemikiran ajaran Islam yang komprehensif. Dimana Islam bukan hanya tentang memuaskan kebutuhan spiritual belaka. Islam adalah sebuah dien yang memiliki tuntunan untuk mengatur kehidupan manusia dalam setiap aspek kehidupan. Dan dengan Islamlah manusia akan sampai pada puncak peradaban tertinggi dalam jalur yang  haq, yang akan mendapat keberkahan Illahi.

Bukankah hingga hari ini kita masih bisa menyaksikan peninggalan kegemilangan Islam, bukti sejarah yang tidak terbantahkaan, megahnya Al Hambra sebuah mesjid yang dibangun di puncak bukit seluas 32 hektar di Tanah Andalusia, Spanyol yang notabene ada di Bumi Eropa. Hambra berasal dari kata Akmar (Merah), karena memang bangunan megah itu di bangun dari bebatuan granit yang berwarna merah. Cahaya kuning kemerahan ketika sinar matahari memantulkan cahaya ke tembok-tembok Al-Hambra makin mempercantik bangunan ini. Ukiran berbahasa Arab dengan bangunan-bangunan khas Tanah Arab menjadi daya tarik tersendiri. Namun kini, bangunan megah peninggalan Umat Islam itu tinggal cerita, saut-saut suara adzan pun sudah tidak terdengar.

Begitu pula Masjid Al Jami' Mezquita, sebuah masjid peninggalan Islam yang berada di Cordoba. Masjid besar dengan gugusan 1000 tiang dan arsitektur khas Masjid Nabawi di Madina ini menjadi masjid terbesar di dunia pada zamannya. Namun kini, Mihrab imam sudah di pasang dengan patung-patung salib yang juga tidak kalah besarnya. Dulu masjid ini tempat Umat Muslim beribadah, tetapi saat ini jangankan untuk bersujud, menengadahkan kedua tangan saja sudah tidak diperbolehkan. Padahal Islam menguasai tanah Andalusia Spanyol 700 tahun lamanya.

Sabda Rasulullah yang berbunyi: Al-islamu ya'lu wala yu'la 'alaih yang artinya Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya, tentu benar adanya. Lalu bagaimanakah agar ketinggian itu terlaksana dalam realitas kehidupan. Tiada lain dan tiada bukan dengan bangkitnya kaum Muslimin. Menjadikan ajaran dan aqidah serta syariat Islam sebagai pedoman hidup. Pemikiran kaum muslimin harus dibersihkan dari pemikiran kufur dan sekuler yang menyeret mereka padi kehidupaan yang sesat dan lemah. Itulah titik awal kebangkitan umat dimulai dengan perubahan pemikiran menuju Islam secara keseluruhan (kaaffah)

Wallahu 'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline