Lihat ke Halaman Asli

Kontrak Politik Gegabah Sandiaga Uno

Diperbarui: 21 November 2016   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: tempo.co

Salah satu yang poin yang kemudian menjadi perhatian para peserta Pilkada 2017 adalah masalah reklamasi teluk Jakarta. Wacana reklamasi teluk Jakarta yang belakangan ini menguat, sebenarnya telah dimulai sejak jaman orde baru. 

Kegiatan reklamasi di Jakarta dilakukan mulai tahun 1980-an pada masa pemerintahan Soeharto. PT Pembangunan Jaya yang memulai mengelola wilayah Ancol bagian utara untuk dijadikan kawasan industri dan rekreasi pada  tahun 1981. Kemudian dilanjutkan pada hutan bakau Kapuk yang berubah menjadi area perumahan hingga pada 1995 dilakukan reklamasi untuk tempat industri yaitu Kawasan Barikat Marunda. (Lihat: Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta, dari era Soeharto sampai Ahok)

Calon Gubernur petahana DKI Jakarta, Ahok menyatakan bahwa proyek reklamasi akan tetap berjalan meski sempat diterpa kasus rasuah yang melibatkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, dan pengembang Agung Podomoro Land. Ahok mengatakan reklamasi memiliki payung hukum yang jelas sehingga dia tidak memiliki wewenang untuk membatalkan atau mengambil alih.

Lihat: Memahami Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Reklamasi sendiri telah sukses dilakukan di beberapa negera lain seperti Dubai, Singapura, dan Jepang. Tujuan reklamasi di pantai utara Jakarta salah satunya adalah untuk mengadang  pasang naik air laut yang tiap tahun naik 7,5 cm. Wilayah Jakarta yang padat akan mengalami perluasan yang kemudian akan difungsikan sebagai wilayah perkantoran, industri, hunian dan pelabuhan. 

Hal tersebut akan berdampak pada perkembangan perekonomian Jakarta. Selain itu dengan adanya reklamasi pemprov DKI mendapat pemasukan kas daerah dari retribusi dan pajak yang didapat dari pengembang. Reklamasi pulau juga akan memperlancar arus banjir menuju laut.

Menyikapi hal ini, dua paslon Cagub-Cawagub DKI Anies-Sandi dan Agus-Sylvi memiliki pandangan yang berbeda. Agus menanggapi reklamasi dengan mengatakan isu tersebut harus dilihat secara komperhensif dan dicari solusi terbaiknya. Ia menginginkan proyek tersebut harus dapat dinikmati semua pihak hingga masyarakat bawah. 

Sementara itu di sisi lain, pasangan Anies-Sandi memasukan penghentian proyek reklamasi ke dalam 23 janji kerja mereka. Sandiaga Uno bahkan sempat ‘ditodong’ secarik kertas berisi kontrak politik dengan warga Muara Angke, Penjaringan. Dalam surat tersebut salah satu isinya adalah tuntunan penghentian program reklamasi yang kemudian langsung ditandatangani oleh Sandi.

sumber: okezone.com

Hal tersebut kemudian yang dapat saya katakan sebagai tindakan gegabah. Seperti yang kita ketahui bahwa reklamasi sendiri memilki banyak keuntungan seperti pajak dan retribusi bagi Pemprov DKI. Sikap terburu-buru tanpa mengkaji kasus lebih jauh inilah yang berbahaya dilakukan saat kampanye. Saya menyayangkan cara seperti ini yang bertujuan hanya untuk mencari simpati masyarakat semata. Warga yang akan menjadi korban dari janji-janji manis yang keluar saat masa kampanye. Lebih elok apabila sebelum bertindak maupun berkata, para pasangan calon nantinya mempertimbangkan atau akan lebih baik bila mengkajinya terlebih dahulu. Agar jangan sampai masyarakat tertipu dengan muslihat janji kampanye.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline