Pada bulan Agustus 2019, Bapak Presiden Republik Indonesia telah menyampaikan dalam pidatonya di Gedung Nusantara, DKI Jakarta yang berkaitan dengan wacana pemindahan ibukota Negara Republik Indonesia, dari Jakarta menuju Kaliman Timur yang tepatnya sebagian berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanaegara.
Pemindahan ibukota ini sebenarnya adalah wacana lama, bahkan dari kepemimpinan Presiden Soeharto sudah mempunyai keinginan untuk memindahkan ibu kota Negara Indonesia menuju ke Luar Jawa.
Selain itu, berita pemindahan ibukota ini sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Bahkan Indonesia pernah memindahkan ibukota dari Jakarta menuju ke Yogyakarta sebelum akhirnya dikembalikan ke DKI Jakarta kembali.
Melalui pemindahan Ibu Kota tersebut tentunya Bapak Presiden telah mempertimbangkan dampak yang akan terjadi kedepannya dengan adanya isu ini. Salah satunya akan bermunculan dampak dan masalah akan pemerataan ekonomi. Mewujudkannya pemerataan ekonomi di Negara Indonesia memang bukanlah hal yang mudah.
Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai banyak pulau dan suku yang berbeda -- beda menjadikan tantangan tersendiri untuk pemerintah dalam mewujudkan pemerataan ekonomi di Indonesia yang memiliki permasalahan yang sangat kompleks.
Dengan keputusan yang umumkan presiden dengan adanya pemindahan ibukota juga tentu memikirkan anggaran yang akan dikeluarkan dan tentunya hal itu telah difikirkan matang -- matang oleh pemerintahan. Prediksi anggaran dana yang akan dikeluarkan sekitar 477triliun atau sekitar 32 miliar dollar AS.
Anggaran yang dikeluarkan bukanlah dengan nilai yang sedikit, apalagi nilai tersebut setara dengan seperempat dari jumlah penerimaan negara pada tahun 2018 silam dengan jumlah sebesar Rp. 1.942 Trilliun. Tentunya juga pemindahan ini memberikan dampak kepada anggaran negara yang akan dikeluarkan.
Kementrian keuangan mencatat bahwa skema pembiayaan ibu kota baru yang ada di Kalimantan Timur ini tidak akan memberatkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kementrian keuangan menjelaskan pada sidang pengumuman pemindahan ibukota Indonesia di Kalimantan Timur hanya menggunakan 19,2% saja melalui anggaran APBN sebesar Rp. 74,44 triliun yang nantinya anggaran tersebut digunakan sebagai anggaran pembangunan infrastruktur pelayanan dasar seperti kantor pemerintahan, akses jalan dan infrastruktur lainnya seperti pelabuhan, bandara, stasiun,dll dalam bentuk investasi.
Selain itu anggaran ini juga digunakan juga sebagai pembangunan rumah dinas untuk TNI dan POLRI, pegandaan lahan, ruang terbuka hijau serta pangkalan militer sebagai pelengkap dan penunjang dalam pemindahan ibu kota. Dengan sisa -- sisa anggarannya yang berasal dari keikut sertaan pihak swasta dalam pemindahan ibu kota tersebut berupa investasi anggaran sebesar Rp. 127,3 triliun, serta badan usaha juga terlibat dalam anggaran proyek besar ini juga memberikan apresiasi dalam bentuk investasi sebesar Rp. 265,2 triliun begitu kata kementrian PPN/ Bappenas, Bambang Brodjonegoro yang membeberkan skema pembiayaan pemindahan ibukota baru Indonesia di kalimantan Timur tersebut.
Namun dalam pidatonya juga Presiden Indonesia juga menegaskan kepada pihak media serta masyarakat Indonesia bahwa pemerintah mengusahakan agar pemindahan ibu kota yang telah dirncanakan sebegitu spesifik ini tidak melibatkan hutang dari luar negeri karena akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi tingkat perekonomian negara Indonesia sendiri. Selain itu penegasan Jokowi,
Presiden Indonesia itu seperti itu dikarenakan memang bunga dalam pembayaran hutang negara sangatlah tinggi bahkan mendapatkan pernobatan tertinggi se Asia- Pasific diatas n7-8% buga yang dikeluarkan sehingga mempersempit ruang fiskal yang didapat. Hal itu juga memberikan keamatiran tersendiri bagi masyarakat dan pemerintahan juga apabila dana yang digunakan dalam pemindahan ibu kota itu berasal dari hutang, karena takutnya hutang yang ditanggung negara akan semakin besar.