Musim kerontang kemarau masih menerpa lini tunggal putri Indonesia. Meskipun sektor lain sudah tiba pada musim penghujan. Pada masa sektor lain berlomba melahirkan prestasi, sektor tunggal putri konsisten untuk tak berprestasi. Bahkan silam di bawah bimbingan Oma, harapan itu jauh lebih segar. Lindaweni di 11 dunia dengan gelar grand prix dalam pelukan. Kalahkan pemain unggulan itu hadiah.
Kini dalam kuasa Bambang dan Sarwendah, tunggal putri tertatih terpuruk. Linda jatuh dan tak bangun lagi. Hanna terseret laksana dibekap ketidakberdayaan. Fitri dan tak kunjung mengeluarkan binar binar bintang. Jorji perlu banyak pembuktian. Pelatih lengkap dengan PBSI sepakat menyampaikan kepada khalayak, bahwa dua peristiwa terjadi dalam tubuh tunggal putri:
Sukar menemukan bibit unggul di lini tunggal putri. Perlu proses panjang untuk melahirkan pemain juara.
Aneh dan hambar itu jika dalih tiada bibit unggul. Sebut saja itu Linda, Hanna, Fitri dan Jorji. Sepertinya realita, ketakmampuan menambal kekurangan.
Aneh itu jika dalih perlukan proses panjang. Waktu, berapa putaran tahun lagi yang harus direlakan dalam kesiaan?
Tunggal putra, silam kondisi serupa, amati kini, Jonathan dan Ginting melesat di luar jangkauan. Apa musabab? Pelatih telah temukan jaringan tepat untuk selesaikan masalah masalah. Ini dinamai proses.
Tunggal putri sampai kapan berada dalam kehidupan sarat suram. Dan PBSI sepertinya belum melakukan gerakan besar. Pelatih nihil berprestasi, aman dalam rangkulan dengan ditemani bintang bintang indah. Menjadi teringat, koar salah satu pelatih tunggal putri, ia sebut, ia coba dua tahun di pelatnas, jika tak berhasil, ia pulang. Ini sepertinya sudah akan dua, lebih bajik jika lekas menunaikan janji.
Karena pelatih Tunggal Putri, Berceminlah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H