Lihat ke Halaman Asli

Dengan atau Tanpa Skripsi

Diperbarui: 28 September 2016   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika membahas mengenai skripsi teman-teman saya, yang adalah mahasiswa tahun ketiga, sebagian besar menanggapi dengan helaan nafas. Mereka berpendapat bahwa skripsi merupakan suatu proses yang panjang dan berat yang menentukan lulus tidaknya mereka dari proses belajar di perguruan tinggi yang tidak kalah panjang dan berat.

Pada awalnya skripsi ditetapkan sebagai syarat kelulusan karena skripsi dinilai mampu menguji mahasiswa tentang apa saja yang telah ia pelajari selama proses kuliah, sehingga para dosen yakin selama ini mahasiswa benar-benar mendapat ilmu dari proses pembelajarannya. Selain itu skripsi yang merupakan hasil penelitian akan suatu hal diharapkan bisa bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu nilai ideal skripsi semakin ditinggalkan.

Ketika saya bertanya ke beberapa teman mengenai penting tidaknya skripsi, mereka semua menjawab bahwa skripsi tidaklah penting dengan berbagai alasan. Ada yang menjawab bahwa skripsi saat ini banyak yang merupakan hasil plagiarisme atau sekedar menyalin sana sini dari internet. Selain itu banyaknya jasa pembuatan skripsi tentu menjadikan skripsi tidak lagi original dari mahasiswa. Ada pula yang menjawab, “sayang banget sih kalo belajar sekian tahun cuma diukur sama satu tulisan, padahal selama empat tahun mahasiswa bisa bikin banyak tulisan. Tapi akhirnya semua cuma dinilai dari satu tulisan”.

Mungkin hal-hal diatas juga merupakan bahan timbangan petinggi-petinggi di kursi pemerintahan, karena saat ini muncul wacana bahwa skripsi akan dihapuskan. Menanggapai hal ini sebagian besar teman-teman saya setuju dengan dihapuskannya skripsi sebagai syarat utama kelulusan mahasiswa. Alasan mereka setuju dihapuskannya skripsi sebagian besar berdasarkan pada alasan-alasan diatas. Selain itu salah seorang teman juga mengatakan bahwa tugas akhir dirasa lebih cocok karena beberapa alasan. 

Sedangkan teman lain mengungkapkan bahwa, “aku sih setuju kalo skripsi dihapus. Banyak temen-temen sama kakak angkatan yang ga lulus-lulus karena skripsi. Ada sih mereka yang males-malesan bikin skripsi, ya kalo itu wajar, tapi ada juga yang udah semangat bikin tapi dosen pembibingnya susah ditemuin lah, sok sibuklah, apa lah, jadinya skripsinya lama”.Namun ada juga yang masih ragu dengan penghapusan skripsi sebagai syarat utama kelulusan, ia mengatakan bahwa, “ya gimana ya? Soalnya kalo skripsi dihapus, kita kan ga tau ntar syarat kelulusannya apa, kalo lebih susah dari skripsi kan repot juga.”

Tulisan ini tidak berdasarkan wawancara pada petinggi-petinggi atau ahli-ahli pendidikan, bukan juga berdasar pada studi pustaka mengenai aturan-aturan di perguruan tinggi. Tulisan ini adalah opini, yang tentu saja pembaca boleh setuju atau tidak. Tulisan ini sekedar curahan hati mahasiswa-mahasiswa yang berusaha patuh pada aturan-aturan yang berlaku demi mendapat gelar sarjana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline