Ada yang menarik. Di beberapa kesempatan dialog di TV, pengemat politik Efendi Ghazali menantang kepada pemilik Lembaga Survei untuk membuka penyandang dana di balik produksi angka-angka yang dihasilkan.
Mulai survei elektabilias Pilpres, Pileg juga Pilkada. Menurut Efendi, membuka penyandang dana survei untuk menunjukkan sikap transpransi lembaga survai tentang pendanaan.
Di Amerika menurut Efendi, masing-masing lembaga survai mengumumkan siapa penyandang dana tersebut. Termasuk apakah dari lembaga, dari pasangan calon atau dari pihak ketiga non profit.
Dalam kesempatan lain, Founder Poltracking, Hanta Yuda AR mengatakan, tidak prinsip untuk mengungkapkan penyandang dana. Yang lebih prinsip, bagaimana lembaga survai menjalankan kaidah-kaidah survii secara benar.
Menurutnya, hasil survai boleh salah, namun survei tidak boleh berbohong. Sehingga bagi dia, siapapun yang menyuruh survai dan membayarnya, hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ia pun meyakinkan, pihaknya sebagai lembaga survai tidak pernah memanipulasi angka-angka hasil survai untuk disuguhkan ke publik.
Pertanyaan publik kemudian, berapa sebenarnya dana survei yang dibutuhkan dalam sekali survei atau sekali QC? Kegiatan ini tidak mungkin berjalan tanpa dana yang besar. Melibatkan ribuan orang dalam satu kesempatan, memerlukan energi tinggi. Bukan main-main. Salah satunya, asfek dana untuk mencukupi logistik hingga honor surveyor di lapangan.
Sebagai bocoran, dari belasan kali atau puluhan kali survei yang saya ikuti, rata-rata honor survei Rp700.000 untuk survei Dapil dan Rp900.000 untuk survei nasional (surnas) seperti Pilpres.
Untuk survai nasional ini, lembaga survei mengumumkan setidaknya mewawancari 1.200 responden. Artinya, sebaran responden terdapat di 120 kelurahan/desa atau 120 PSU. Jika masing-masing surveyor menangani 1 PSU (1 kelurahan/10 responden) berarti dalam satu kali survei nasional melibatkan sedikitnya 120 orang surveyor.
Namun bisa saja seorang menangani 2 PSU dengan honor sesuai jumlah PSU. Honor surveyor 1 PSU =Rp900.000 x 120 = Rp108.000.000. Belum termasuk honor petugas lain seperti koordinator, spot checker dan bagian adminsitrasi di kantornya. (ini perkiraan ya...he2).
Jawaba kedua, berapa dana untuk 1 kali kegiatan QC? Dalam proses QC setiap enumerator bertugas di 1 TPS yang telah ditentukan. Honornya mulai Rp400.000 per orang per TPS. Mungkin ada yang lebih besar. Salah satu lembaga survei, menyebutkan, sampling QC Pilpres 2019 ini dikumpulkan dari 3.000 TPS. Namun ada juga yang lebih atau kurang.
Jika dihitung kasar saja, 3.000 petugas QC X Rp400.000 hasilnya Rp1.200.000.000 dalam satu kali QC. Ini belum termasuk honor petugas koordinator dan petugas lainnya. Besar bukan. Data memang mahal gaes.