[caption id="attachment_214076" align="alignleft" width="600" caption="Tugu KHZ Mustofa Kota Tasikmalaya"][/caption] Bila Anda berkunjung ke Tasikmalaya terdapat sebuah jalan yang sangat terkenal, namanya Jalan KHZ. Mustofa. Jalan ini panjang sekitar 5 kilometer membentang di arah utara mulai Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) depan Masjid Agung Tasikmalaya berakhir di Perempatan Padayungan-Jalan Siliwangi arah selatan.
Kini Jalan KHZ Mustofa sudah identik dengan pusat perbelanjaan. Mulai supermarket, plaza hingga perbankan berdiri di jalur protokoler ini. Masyarakat sangat familier dengan jalan ini dan menyebtunya hanya HZ. Sudah mafhum jika menyebut HZ artinya sebuah pusat perbelanjaan di Kota Tasikmalaya di sepanjang Jalan KHZ Mustofa. Di Tasikmalaya juga terdapat tugu HZ (KHZ Mustofa) di By Pass – Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi. Tugu ini berupa lafal Allah dalam Bahasa Arab berbahan perunggu yang dikelilingi kolam dan taman melingkar.
Nama KHZ Mustofa diambil dari nama pahlawan nasional bernama KH Zaenal Mustofa. Ia terkenal pahlawan yang sangat tegas dan berani memberontak terhadap penjajahan Belanda dan Jepang hingga pertempuran berdarah antara murid-murid KHZ Mustofa dengan tentara Jepang berkobar, puncaknya tanggal 25 Pebruari 1944. Pertempuran ini terkenal dengan sebutan Pertempuran Singaparna, karena waktu itu, Ponpes Sukamanah termasuk ke Kecamatan Singaparna, sedangkan kini termasuk wilayah Kecatan Sukarame.
Hingga kini, santri Pondok Pesantren Sukamah masih banyak. Mulai santri setingkat SMP/MTS hingga SMA/MA bahkan mahasiswa yang belajar di IAIC Cipasung-Singaparna, yang jaranknya sekitar 7 kiloemeter.
Selain pesantren, didirikan juga SMP dan SMA KHZ Mustofa yang masih bernanung di bawah Yayasan KHZ Mustofa. Selain itu terdapat MAN Sukamanah yang dulu bernama sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Sukamanah, meski statusnya negeri dibawah binaan langsung Kementerian Agama RI. Kebetulan, penulispun sekolah di MAN Sukamanah ini tahun 1994-1997.
Bila berkunjung ke Kompleks Pesantren Sukamanah, kita masih bisa menyaksikan jejak-jejak KHZ Mustofa. Sejak pintu gerbang pesantren di gapura tertulis huruf besar selamat datang di Ponpes Sukamanah. Masuk ke komplek pesantren, di dinding asrama putra terdapat relief sang Pahlawan KHZ Mustofa mengenakan bendo layaknya pakaian ulama zaman dulu. Di kompleks tersebut, berdiri rumah-rumah putra serta cucu-cucu KHZ Mustofa yang juga pengasuh pondok pesantren dan yayasan.
Bila ingin berkunjung ke makam KHZ Mustofa, jarangkanya sekitar satu kilo dari Ponpes Sukamanah. Makam tersebut dinamai Makam Pahlawan dan kini sudah dibangun cukup megah. Di sini juga dimakamkan puluhan murid seperjuangan KHZ Mustofa. Setiap peringatan hari pahlawan, pejabat daerah selalu ziarah ke taman makam pahlawan ini serta mendoakannnya.
Makam KHZ Mustofa Taman Makam Pahlawan Sukamanah, merupakan pindahan dari makam KHZ Mustofa di Ancol-Jakarta Utara tempat ekseskusi KHZ Mustofa dan murid-muridnya oleh Penjajah Jepang tanggal 25 Oktober 1944. Pemindahan makam dilakukan tanggal 25 Agustus 1973.
KHZ Mustofa diangkat menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional tanggal 6 Nopember 1972 berdasarakan SK Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
Siapa KHZ Mustofa?
Menurut beberapa buku sejarah, KHZ Mustofa kecil bernama Hudaeni. Ia lahir dari keluarga petani mapan pasangan Nawapi dan Ratmah. Menurut ensiklopedi Islam, ia lahir tahun 1901 di Kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Sedangkan nama Zaenal Mustofa disandangnya usai menunaikan ibadah haji tahun 1927.
Pemahaman keagamaan Zaenal Mustofa cukup mapan. Selama 17 tahun ia menuntut ilmu agama dari pondok pesantren satu ke pendok pesantren yang lain, baik di Tasikmalaya bahkan Bandung. Hudaemi, mahir dalam Bahasa Arab sebagai bekal dalam mempelajari literatur Ilmu-ilmu dan agama Islam. Ia mondok antar lain di Gunung Pari, Pesantren Cilenga, Leuwisari dan di Pesantren Sukamiskin- Bandung. Sementara sekolah formal, ia sempat menamatkan Sekolah Rakyat (SR).
KHZ Mustofa mendirikan pesantren setalah pulang ibadah haji tahun 1927 di Kampung Cikembang dengan nama Sukamanah hingga kini. Sekitar satu kilo dari pesantren baru ini, sebenarnya sudah berdiri Pesantren Sukahidung yang merupakan kampung kelahiran KHZ Mustofa. Ponpes Sukahideng juga hingga kini masih eksis. Ratusan santri dari berbagai penjuru tanah air, setiap tahun diluluskan diganti dengan santri yang baru.
Rupanya, pertemuan dengan ulama dari berbagai penjuru dunia saat melakukan ibadah haji menjadi inspirasi bagi KHZ Mutofa untuk menyelenggarakan pendidikan sebagai basis pencerahan masyarakat. Sehingga dari pesantren inilah ia mampu menggelorakan perlawanan terhadap para penjajah yang fasis.
Buktinya ia diperhitungkan oleh penjajah Belanda dan penjajah Jepang. Salah satu penolakan yang sangat mencolok dari KHZ Mustofa, terhadap paraktik ritual penjajah Jepang menyembah Matahari dengan istilah Seikerei. Jika pagi hari, masyarakat bahkan ulama dikumpulkan di alun-alun Singaparna untuk Seikerei. Satu-satunya yang berani menolak ritual itu KHZ Mustofa. Menurutnya, ritual itu sudah termasuk menyembah Matahari sehingga kalau umat Islam melakukannya bisa jadi musyrik atau menyekutukan (Allah).
KHZ Mustofa menilai penjajah Jepang sudah keterlaluan. Ia dan santri-santrinya berencana mengadakan perlawanan terhadap penjajah Jepang tanggal 25 Pebruari 1944. Rencana itu rupanya tercium Jepang. Sehari sebelum perlawanan dikirmlah tentara Jepang untuk menangkap sang kiyai. Namun utusan Jepang ditahan oleh para santri dan keesokan harinya 25 Februari 1944 utusan itu dilepas dan dirampas senjatanya.
Masih tanggal yang sama, sekitar pukul 13.00 WIB datang kembali utusan Jepang memaksa agar KHZ Mustofa menghadap Jepang di Tasikmalaya. Perintah itu tegas ditolak, hingga terjadi keributan yang menewaskan satus santri, tiga opsir dan satu orang utusan jepang dibiarkan hidup dan disuruh kembali dengan ultimatum. Ultimatum itu, bahwa pemerintah Jepang harus memerdekakan Pulau Jawa sejak 25 Pebruari 1944.
Dari sinilah puncak kebrutalan Jepang. Merasa tidak dihargai, di hari yang sama sekitar pukul 16.00 WIB truk-truk didatangkan berisi tentara untuk menyerang pasukan Sukamanah pimpinan KHZ Mustofa. Dikisahkan, tentara Jepang banyak dari kalangan pribumi sehingga pasukan Sukamanah tidak menyambutnya dengan serangan.
Rupanya itu taktik tentara Jepang hingga akhirnya pasukan Sukamanah diserang terlebih dahulu. Terjadilah pertempuran yang timpang. Santri hanya bersenjata bambu runcing sementara pasukan Jepang bersenjata modern kala itu. Pasukan Jepang berhasil memorak-porandakan pertahanan pasukan Sukamanah. Tercatat 86 orang pasukan Sukamanah gugur dan 4 orang disiksa di Singaparna. Ada juga yang disiksa hingga meninggal di penjara Tasikmalaya 2 orang. Meninggal di Penjara Sukamiskin Bandung 38 orang dan cacat permanen hingga hilang ingatan 10 orang.
Sehari setelah pertempuran itu sekitar 700-900 orang ditangkap tentara Jepang untuk dijebloskan ke penjara Tasikmalaya. Sementara KHZ Mustofa dibawa ke Jakarta. Berikutnya tersiar, bahwa KHZ Mustofa dan murid-murid pejuangnya dieksekusi mati tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Seperti dikemukakan di atas, tanggal 25 Agustus 1973 makam para suhada itu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah.
Kita berharap, spirit perjuangan KHZ Mustofa tertanam di seluruh benak generasi penerus bangsa. Bila dulu memberontak terhadap penjajah secara pisik dan idiologi asing, kini spirit itu untuk memberontak serta memperbaiki sistem yang korup, birokrasi lalai, serta melawan kemiskinan dan kebodohan. Sekecil apapun konstribusi positif kita untuk memperbaiki bangsa, rasanya akan lebih berarti ketimbang tidak bertindak sama sekali. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H