Buah cinta dari martabat yang berbeda adalah gambaran keangkuhan manusia. Mereka yang terlahir dari surya menganggap jiwa seharga melata.
Aku berlindung pada tabir manusia, tatkala hasrat pada orang yang salah, saat cinta pada anak dewa yang menganggap dunia ini miliknya.
Aku adalah anak bumi. Makan ku sesuap nasi, nasib ku tiada kendali. Dikala hidup, di saat mati. Alam adalah teman ku, langit payung ku, awan naungan ku, kicau burung penghibur ku.
Dalam aqidah tiada kasta, tapi beda terlihat nyata. Antara miskin dan kaya, laksana Sudra dan Brahmana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H