Lihat ke Halaman Asli

Bang Asa

Kompasianer Terpopuler 2010

Bismillah, Saya Siap Menjadi Koordinator P-STC

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_145646" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi: logo STC"][/caption] PERKUMPULAN Seribu Tangan Cinta (P-STC) mengadakan pemilihan Koordinator Umum dan melalui Stering Committe (SC) mengundang kompasianers untuk mengajukan diri atau diajukan secara bersama oleh rekan-rekan di daerah/provinsi. Begitulah warta yang bisa dibaca di blog STC.Warta lengkap baca di SINI.

Secara demokratis, ini berita bagus. Saya sebut bagus karena P-STC tidak menjebakkan dirinya sejak awal pada tradisi penunjukan oleh hanya sejumlah orang meski secara lazim hal itu bisa saja dilakukan dengan alasan sederhana “siapa yang menginisiasi dialah yang mesti memimpin duluan.”

Sebagai sebuah organisasi publik (perkumpulan), yang semangatnya dibentuk secara bersama-sama, atau yang melibatkan ide, gagasan, dan semangat dari banyak orang maka pilihan P-STC untuk melibatkan partisipasi banyak orang dalam pemilihan sudah tepat.

Berbeda jika STC dibentuk dengan semangat atau kehendak satu atau beberapa orang saja yang secara hukum dikenal dengan yayasan. Proses pemilihan ketua atau direktur bisa dilakukan dengan penunjukan oleh Ketua Yayasan.

Memang lebih cepat dan selanjutnya P-STC bisa melakukan aksi-aksi sebagai kebutuhan utama dari sebuah organisasi. Tapi, pilihan STC sebagai sebuah perkumpulan saya kira bukan soal secepatnya melakukan aksi tapi bagaimana mengelola aksisecara terstruktur dan lebih dari itu melibatkan partisipasi semua “rakyat” P-STC.

Saya menangkap semangat pembelajaran dari P-STC yang ditujukan bagi penyelenggara organisasi lainnya termasuk penyelenggara negara yang walaupun sudah menganut prinsip partisipasi tapi dalam prakteknya masih saja menganut pola-pola elitisasi.Dalam konteks kepemimpinan akhir-akhirnya ini justru sedang memperlihatkan kembalinya semangat “keluargaisme.”Karena undang-undang tidak memungkinkan lagi suami menjadi pemimpin maka sang istri didorong untuk maju menjadi calon atau anggota keluarga lainnya. Cobalah simak fenomena pencalonan gubernur, bupati atau walikota sekarang ini di berbagai daerah.

Pilihan SC untuk memilih jalan partisipatif dalam pemilihan koorinator umumnya memang buat gemas karena pada saat yang sama banyak yang menuntut agar P-STC segera melakukan aksi nyata. Seakan, jika P-STC tidak segera melakukan aksi nyata maka anak sebagai focus utama P-STC akan “kiamat.”

Saya bisa memahami dua kehendak itu (SC dan Kompasianers) dan saya ingin menggabungkan kedua kehendak itu menjadi kekuatan P-STC dan karena itulah saya terpanggil untuk mengajukan diri sebagai Calon Koordinator Umum P-STC. Panggilan ini semakin menguat karena ada satu tradisi baru yang bisa menginspirasi cara kita berindonesia yakni semangat nusantara yang diperlihatkan P-STC dengan tidak membatasi calon koordinator umumnya hanya dipusat saja (Jakarta).Jadi siapa pun yang dipercaya untuk menjadi Koordinator P-STCdisitulah sentral pengkoordinasian P-STC.

Ini memang bukan sekedar spirit nusantaranya saja melainkan P-STC sudah memahami bahwa sebagai organisasi basis kerjanya adalah media. Melalui komunikasi media koordinasi-koordinasi bisa dilangsungkan tanpa harus selalu perlu bertemu muka. Dan, karena itu P-STC bisa disebut juga sebagai organisasi jejaring. Lagi pula penekanan program aksi pada keanggotaan dan mitra memungkinkan P-STC lebih memainkan fungsinya sebagai badan coordinating baik dalam fundrising, kampanye, dan aksi karitatif lainnya.

Jangkar P-STC

Dengan pemahaman atas organisasi P-STC sedemikian rupa maka sebagai calon koordinator umum saya memiliki sejumlah agenda program yang saya namakan “Jalan Ngamen Karya P-STC", yang saya singkat “Jangkar P-STC.”

Dengan nama program ini saya ingin menegaskan adanya problem besar yang menimpa anak-anak Indonesia khususnya anak-anak yang memilih bertahan hidup di jalanan.Kata “ngamen” menunjukkan jalanan. Namun kata “ngamen” sekaligus juga menunjukkan adanya semangat seni dikehidupan anak-anak. Buat saya seni pada anak-anak bukan hanya sekedar media bagi mereka untuk mencari uang belas kasian melainkan secara apresiatif seni itu juga sebuah spirit bertahan hidup. Ada banyak kisah sukses anak-anak di balik “ngamen.”

Sementara singkatan “Jangkar” menunjukkan pentingnya P-STC memiliki landasan pijak dalam mengarungi samudera berorganisasi. Lembaga-lembaga yang tidak memiliki nilai-nilai dasar dalam berorganisasi hanya akan terjebak dalam project oriented.Saya tidak ingin P-STC hanya terjebak pada mengumpulkan uang (dukungan) sebanyak-banyaknya untuk kemudian mengalirkannya ke sebanyak mungkin kegiatan. Saya inginP-STC menjadi lembaga yang menggerakkan perubahan demi masa depan. Untuk memastikan adanya landasan pijak maka saya juga akan memastikan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sudah dirintis SC dalam hal statuta, pengurusan badan hukum, renstra P-STC, programming, dan juga pendataan keanggotaan serta hal-hal lain terkait organisasi.

Itu artinya saya akan mengelola sumberdaya utama P-STC yakni kemampuan reportase dan penulisan artikel untuk kemudian menjadikannya sebagai sumber energi bagi perubahan cara pandang sebanyak mungkin orang agar bertindak apresiatif. Berpikir dan bertindak apresiatif berarti mengajak semua orang untuk menempatkan anak-anak seutuhnya sebagai manusia yang memiliki keagungan insani yang manakala dibangkitkan ia akan menjadi kekuatan yang membebaskan dirinya.Artinya, P-STC harus bisa membalikkan logika kasian menjadi logika penguatan (insani).

Sebagai organisasi yang berbasis penulis saya yakin sumberdaya (anggota) P-STC bisa didayagunakan untuk mendorong perubahan yang dengan segenap pembaharu lainnya kita capai Indonesia yang lebih baik yakni anak-anak negeri yang damai dan sejahtera.

Jika Anda setuju mari dukung saya dan pastikan diri Anda semua bersama saya untuk kita jalankan roda organisasi P-STC. Sungguh, seribu masa depan P-STC adalah seribu masa depan kita semua dan seribu masa depan anak negeri ini kita capai lewat kerjasama di P-STC.

Bismillah, atas dukungan teman-teman kompasianer, saya siap menjadi koordinator P-STC.

Salam Kompasiana

Andy Syoekry Amal




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline