[caption id="" align="alignleft" width="271" caption="illustrasi: diunduh dari Google"][/caption] JAGAT maya nasional heboh lantaran Pak Tifatul Sembiring. Menteri Kominfo ini akan mengeluarkan kebijakan yang oleh publik dinilai tidak populer dan tak reformis. Kebijakan berupa Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur soal konten multimedia yang rancangannya baru dipublikasikan tersebut telah menuai banyak penolakan. Download: Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia Membaca Rancangan Peraturan Menteri (RPM) ini, saya menangkap kesan sepertinya Kementerian Kominfo ini tidak berbeda dengan Departemen Penerangan di jaman Orde Baru dahulu yang membatasi kebebasan berpendapat melalui total kontrol. Dan jika ini dipaksakan untuk diterbitkan, sama saja Kementerian Kominfo telah mengangkangi kewenangan undang-undang (UU). Saya pikir, boleh jadi karena ini banyak pihak yang tidak sependapat, bahkan menolak! Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, misalnya. Ia berpendapat, Menteri tak boleh atur konten. (lihat) Pada prinsipnya menurut Mahfud, dalam UUD, mengeluarkan pendapat baik tulisan atau lisan termasuk kebebasan, dan kebebasan berbicara itu diatur oleh UU, bukan oleh PP, apatah lagi Permen. Aturan itu ditegaskan oleh Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 tentang pembatasan kebebasan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. "Jadi, jelas pembatasan tersebut hanya boleh dituangkan dalam UU, bukan peraturan menteri," tandasnya. (lihat) [caption id="" align="alignright" width="314" caption="Illustrasi: Facebook "][/caption] Selanjutnya Ketua Komunitas Internet Sehat atau ICT Watch, Donny B.U. Menurut dia, saat ini belum waktunya untuk menerbitkan Peraturan Menteri tentang Pengaturan dan Pengawasan Konten sebuah situs. Ia berpendapat, butir-butir rancangan peraturan yang dirumuskan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkesan tak tepat sasaran. “Ibarat bunuh diri menggunakan cairan racun serangga, kita tidak bisa menyalahkan si penjualnya bersalah kan. Belum saatnya dan harus diubah isinya," ujar Donny. (lihat) Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang konten Multimedia juga dinilai berpotensi represif, terutama dengan kehadiran Tim Konten Multimedia yang akan dibentuk oleh Menteri. Bapak Blogger Indonesia Enda Nasution menilai, tim itu bisa dianalogikan dengan Komisi Penyiaran atau Dewan Pers, karena penyelenggara wajib menyampaikan Laporan pemantauan kontennya setiap tahun, dan penyelenggara sanksi akan dicabut izinnya bila melanggar. (lihat) Menurut pendiri Kaskus, Andrew Darwis dirinya kecewa dengan rencana pemerintah untuk mengeluarkan Permen tersebut karena akan menghambat pertumbuhan industri konten lokal di Indonesia. Saat ini, Kaskus menggalang dukungan untuk menolak RPM Konten Multimedia tersebut.(lihat) Selain di Kaskus, situs jejaring sosial lainnya seperti Facebook dan Twitter juga rame-rame menggalang gerakan menolak Permen "cap" Tifatul Sembiring ini. Di faceebook, misalnya, ada sebuah grup SOS Internet Indonesia yang didirikan khusus untuk menolak RPM tersebut. Hingga saat ini sudah lebih dari 4.500 facebooker yang mendukung gerakan ini. (lihat). Sekarang, bagaimana dengan Kompasiana? Apa sikap kompasianer untuk itu? Ayooo... Mari kita rame-rame menolak Permen cap Tifatul ini...!!! Baca juga artikel menarik lainnya:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H