Lihat ke Halaman Asli

Bang Asa

Kompasianer Terpopuler 2010

Di Balik Gelar Adat Luwu Presiden SBY

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_313567" align="aligncenter" width="461" caption="Prosesi pemberian gelar SBY dan Ibu Ani. Tampak Andi Iwan duduk di kursi sebelah kanan  lamming SBY dan Andi Maradang di kursi sebelah kiri"] [/caption] Presiden SBY dan Ani Yudhoyono siang itu tampak sumringah. Disaksikan ribuan orang, keduanya mendapat gelar adat dari Kedatuan Luwu, kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Saya menyaksikan melalui saluran tivi lokal yang menayangkan secara langsung dari Istana Datu Luwu di Palopo. Diawali dengan prosesi Ripaduppai Lellung,  tampak Presiden SBY dan Ibu Ani dipayungi dengan tenda kehormatan bertiang enam dengan dibimbing oleh sanro pallawolo,  dukun pemimpin upacara. Lalu keduanya masuk ke dalam istana dan dipersilakan duduk di lamming pulaweng atau singgasana utama. Dalam prosesi selanjutnya, tampak penyerahan songkok pamiring pulaweng (songkok emas) kepada SBY dan pemasangan kembang goyang kepada Ibu Ani. Juga terdengar pengumuman dari protokol istana kedatuan bahwa SBY diberikan gelar "Anakaji To Appamonang' Ri Luwu", sedangkan Ibu Ani digelari "We Tappa Cina Wara-Wara E Ri Manjapai".  Penjelasan protokol acara kemudian menyebutkan bahwa gelar untuk SBY  artinya "Pangeran Yang Mulia Sang Pengangkat Martabat Luwu" sementara gelar untuk Ibu Ani berarti "Putri berwajah Cina yang bersinar cemerlang dari Majapahit". Dengan demikian, resmilah sudah Presiden SBY dan Ibu Ani menyandang gelar tersebut. Selamat! Saya pun ikut gembira. Akan tetapi di balik kegembiraan itu saya merasa ada yang aneh. Terbesit pertanyaan: siapa sesungguhnya yang memberikan gelar kepada beliau tadi? Di sejumlah media, termasuk di halaman FacebookSusilo Bambang Yudhoyono saya membaca kalau gelar itu diberikan oleh Datu Luwu ke-40 Andi Maradang Mackulau Opu Daeng Bau. Terus terang, saya merasa aneh dengan berita tersebut.  Kok, tiba-tiba ada nama Datu yang disebut-sebut? Bukankah dalam prosesi acara nama itu tidak pernah disebutkan? Hal ini menjadi penting, karena tak bisa dipungkiri kalau di Kedatuan Luwu saat ini terjadi dualisme. Selain Andi Maradang, ada juga Andi Iwan Bau Alamsyah Djemma Barue yang sama-sama mengklaiam diri sebagai Datu Luwu. Dan dalam prosesi penganugerahan gelar ini, keduanya didudukkan bersama. Andi Iwan duduk di kursi samping kanan lamming Presiden SBY dan Ibu Ani sementara Andi Maradang duduk di kursi samping kirinya. Namun dengan adanya berita tadi, tentu saja pihak Andi Iwan bisa merasa tercederai. Apalagi sebelumnya sudah ada kesepakatan yang dibuat oleh mereka berdua. Maaf, terpaksa diposting demi pelurusan sejarah: [caption id="attachment_313566" align="aligncenter" width="536" caption="Surat Kesepakatan pemberian gelar kepada Presiden SBY dan Ibu Ani antara Andi Iwan dan Andi Maradang "][/caption] Berdasarkan kesepakatan di atas, sangat terang-benderang kalau gelar tersebut diberikan oleh keduanya. Dengan demikian berarti kedua-duanya diakui, dan sepatutnya diperlakukan sama. Tapi mengapa hanya Andi Maradang saja yang disebutkan? Kalau cuma beliau saja yang diakui, mengapa mesti harus ada kesepakatan dengan Andi Iwan dan melibatkan Asisten Staf Khusus Kepresidenan sebagai saksi? [caption id="attachment_313572" align="aligncenter" width="583" caption="Pertemuan khusus dengan Andi Iwan di Hotel Citra Buana yang selain dihadiri Dandim 1403 Sawerigading, Direktur BIN dan Asisten Staf Khusus Presiden (kanan)"][/caption] Pertanyaan selanjutnya, siapa gerangan yang punya ide pemberian gelar ini? Hal ini menjadi penting, karena ada kesan kalau pemberian gelar ini sengaja dikondisikan, padahal situasi saat ini belum memungkinkan untuk itu. Saya katakan belum memungkinkan, karena tak bisa dipungkiri bila saat ini kemelut soal siapa Datu Luwu belum usai. Untung saja ada yang mampu memediasi dengan kesepakatan, dengan demikian kedua pihak yang mengklaim diri sebagai Datu  sama-sama mengakui. Kalau tidak, maka tentu sangat memalukan jika gelar yang diberikan kepada Presiden yang merupakan simbol negara justru dipertanyakan. Cuma saja, memang patut disayangkan  kalau Presiden dibawa masuk dalam ranah abu-abu seperti ini. Dan tidaklah mungkin kalau Istana Kepresidenan sendiri tidak mengetahui kondisi objektif yang terjadi di Istana Datu Luwu saat ini. [caption id="attachment_313585" align="aligncenter" width="640" caption="Andi Iwan Bau Alamsyah Djemma Barue dan Andi Maradang Mackulau"][/caption] Namun karena semua telah terjadi, dan SBY sudah resmi menyandang gelar "Anakaji To Appamonang' Ri Luwu", maka sekarang  tugas beliaulah sebagai Pangeran Yang Mulia Sang Pengangkat Martabat Luwu untuk meluruskan hal ini, termasuk menyelesaikan kemelut kedatuan Luwu. Seperti kata beliau dalam sambutannya, ""Itulah salah satu kewajiban saya dengan istri yang hari ini menerima gelar adat, menjaga kehormatan untuk menjaga yang menjadi kebanggaan komunitas Luwu...". Mampukah Pak SBY mengangkat martabat Luwu dengan menyelesaikan dualisme kedatuan? Wallahua'lambissawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline