Lihat ke Halaman Asli

Proses Dialektika dalam Demokrasi Electoral

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak dimulainya masa kampanye beberapa waktu yang lalu, kita melihat dan mengamati bahwa sejatinya partai politik gencar memberikan orasi-orasi politik-ilmiah di berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia melalui juru kampanye (jurkam) hal ini di fokuskan untuk mengambil hati konstituen.

Pesta demokrasi kali ini sangat menentukan kualitas demokrasi bangsa dan negara 5 tahun kedepan. Pasalnya, corak yang sangat dominan dalam pembentukan Demokrasi bermutu dan berkualitas adalah electoral democracy atau Demokrasi melalui hak Suara.

Menurut Dahl, On Democracy (1998). "Tantangan terbesar dalam mencapai suatu Demokrasi yang bermutu tinggi di masyarakat modern terdiri atas pembagian sumberdaya politik yang tidak merata". Kutipan Ilmuwan Politik kelahiran tahun 1915 itu sangat mempunyai keterkaitan serta hubungan dalam pesta demokrasi dan penentuan demokrasi yang bermutu dan berkualitas. Secara ideal tiap parpol akan memberikan stimulus berupa janji-janji atau program kepada konstituen, dalam

Hal tersebut itu merupakan salah satu bentuk penyaluran aspirasi yang dibutuhkan masyarakat oleh calon legislatif maupun eksekutif 5 tahun sekali dalam masa kampanye.

Ada hal cukup menarik dan perlu di ulas dalam setiap pesta demokrasi yaitu black campaign (kampanye hitam) namun yang kita ketahui bersama pada pemilu 2014 intensitas kampanye hitam cukup tinggi meskipun partai peserta pemilu lebih sedikit dari periode sebelumnya, kendati demikian seharusnya black campaign pun tereduksi namun justru hal ini terasa sedikit kontradiksi terkait persaingan kompetisi tidak sehat tersebut. Pemberitaan media nasional tentang pesta demokrasi akhir-akhir ini terkesan tidak berimbang kita semua disajikan oleh berita kesalahan-kesalahan dari parpol lain tentu saja tidak terlepas dari beberapa capres/wapres parpol-parpol peserta pemilu tersebut tidak bukan adalah pemilik media televisi nasional.

Secara Psikologis Kemungkinan Dampak buruk bagi masyarakat kelas menengah bawah adalah memilih dengan penuh keraguan atau tidak memilih sama sekali. Jika kita perhatikan bersama black campaign merupakan salah satu manuver politik untuk menjatuhkan elektabilitas suatu partai tertentu dengan cara Soft Strike-Counter melalui media televisi yang informasinya sangat mudah di akses setiap kalangan, maupun kampanye terbuka.

Secara realitas ini dapat menjadi suatu pembelajaran penting bagi politik berbangsa dan bernegara khususnya di Indonesia dalam konteks menuju demokrasi bermutu dan berkualitas. Proses ini bisa dikatakan Dialektika dalam pesta demokrasi, konstituen disajikan berbagai pilihan untuk berpikir cermat dalam memilih pilihan yang tepat untuk kemajuan bangsa dan negara.

Harapan Indonesia menuju Demokrasi bermutu dan berkualitas bukan lagi menjadi hal yang sulit dan butuh waktu yang lama dengan catatan masyarakat turut serta mengamati, mengawal dengan cermat dan mau membangun daya berpikir kritisnya dalam memilih calon pemimpin juga dewan-dewan kehormatan sesuai track record dan mempunyai jiwa kepemimpinan berintegritas tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline