Lihat ke Halaman Asli

Merah…Semerah-merahnya Cinta dan Kematian

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Edvard Munch: nude

[caption id="" align="aligncenter" width="900" caption="Edvard Munch: nude (www.wholesalechinaoilpainting.com)"][/caption]

Aku jatuh cinta…! Pikir perempuan itu dengan wajah bingung, dia menatap wajahnya sendiri yang terpantul di cermin di hadapannya dan kebingungannya tampak jelas terpancar di sana. Bagaimana bisa aku jatuh cinta?

Dia melengos dan menghindari bayangan wajahnya sendiri dan menyalakan keran air dan membasuh wajahnya dengan air yang dingin dengan semangat lalu dia menatap bayangan wajahnya lagi, kebingungannya masih tampak disana, perempuan itu menangkupkan kedua belah tangannya ke wajahnya yang polos tanpa riasan berusaha menerima bahwa telah merasa jatuh cinta.

Setelah sekian lama akhirnya dia merasakan jatuh cinta tetapi mengapa yang dirasakannya justru kepahitan dan rasa nyeri di dada. Dia mengharapkan… mengharapkan apa? Apa yang diharapkanya? Dia tidak mengharapkan perasaan bahagia seperti yang dikisahkan di novel-novel atau sinetron-sinetron tetapi dia mengharapkan sesuatu yang berbeda, perasaan ringan atau mungkin wajah yang bercahaya. Rupanya dia terlalu banyak berharap dan kini perasaan itu membuatnya pahit dan merana.

Kalau saja bisa memutar waktu kembali, pikirnya dengan wajah merana, lalu dengan sentakan amarah yang tiba-tiba dia menghantam cermin yang menampilkan bayangan wajahnya yang begitu memilukan, wajah yang mulai kering oleh waktu, wajah yang tidak dikenalinya lagi.

Dia terkesima melihat cairan hangat yang berwarna merah mengalir di sela-sela jari jemarinya yang ringkih, terkesima dan terpesona oleh cairan hangat yang terus mengalir lambat tanpa henti, cairan yang mengalir di sekujur nadinya memberinya kehidupan, dan apakah cairan ini yang membuatnya merasakan perasaan pedih perih dan tak kuasa ditanggungnya dalam setiap tarikan nafasnya, andaikata bila dia membiarkan cairan ini terus mengalir keluar mungkin dia tidak akan lagi merasakan perih dan pedihnya rasa cinta ini. Rasa cinta yang membuncah yang membuatnya ingin menangis melolong agar bisa meringankan beban perasaan ini.

Merah seperti anggur merah yang disesapnya penuh sensualitas semalam dari gelas kristal Waterford yang dituangkan oleh kekasihnya untuk bulan ini. Merah semerah gincu yang dikenakannya semalam saat bibirnya bertautan dengan bibir kekasihnya penuh gairah membara, semerah gairahnya sendiri saat dirinya mencapai puncaknya, dan matanya tak bergeming menatap cairan hangat yang terus mengalir di antara sela-sela jarinya.

Perempuan itu mengeluarkan suara erangan yang begitu keras saat dia akhirnya menatap gumpalan sebesar kepalan tangannya yang berdenyut, hidup serta mengeluarkan cairan merah hangat yang kini semakin membasahi baju tidur dan mewarnai lantai kamar mandinya yang putih menjadi merah.

Perempuan itu tersenyum hangat melihat jantungnya di dalam genggamannya berdenyut penuh kehidupan, bergetar seperti burung kecil yang tak sabar ingin dilepaskan kembali ke angkasa tempatnya mengarungi kehidupan dengan sayap-sayap mungilnya.

Tiba-tiba senyuman hangatnya menghilang begitu saja dan dibibir perempuan itu kini tersungging senyuman dingin; senyuman yang biasa diberikannya pada semua kekasihnya, senyuman yang diberikannya pada semua orang yang ada dalam orbitnya, senyuman dingin yang kejam yang membuatnya merasa kembali menjadi dirinya sendiri, walaupun tiada yang tahu bahwa ada lubang menganga yang begitu lebar dalam senyumannya, lubang yang tak mampu diisinya. Hanya saja senyuman dingin itu pun tak mampu dipertahankannya lebih lama karena jantung yang berdenyut di tangannya itu bergeletar dan dia mendekatkannya ke dadanya lagi berusaha untuk menenangkannya.

Air matanya mengalir tanpa isak.

Jantungnya telah berhenti bergeletar, kini diam dalam genggamannya dan dia menangisinya tanpa suara.

Perempuan itu mengangkat kepalanya dan menatap seseorang yang ada di kamar mandinya dari balik tirai rambutnya yang memanjang hitam seperti sutra.

Orang itu tersenyum padanya dengan kehangatan dan penuh cinta yang membuat perempuan itu merasa heran, karena dia yakin penampilannya tidak menarik, berantakkan dengan rambut acak-acakan dan mascara yang meleleh di kedua kantung matanya karena tangisannya dan bibirnya yang kini membiru karena kehilangan banyak darah. Tetapi orang itu berjongkok di hadapannya dan mengulurkan tangannya yang besar, bersih, terawat dan dingin.

Perempuan itu meraih tangan yang terulur padanya dan berusaha tersenyum dingin tetapi senyuman hangat yang cerah mewarnai wajahnya yang memucat, dia membawa telapak tangan orang itu ke pipinya dan menggosok-gosokkan pipinya dengan penuh cinta padanya.

Orang itu tersenyum dan mengulurkan sebelah tangannya yang lain untuk merapikan dan mengelus rambutnya yang berantakkan dengan kelembutan yang ingin membuatnya menangis kembali.

Lalu semuanya selesai, dia mendesah.

***

Seseorang mendobrak pintu kamar mandi lalu berteriak histeris dengan pemandangan horror yang membuat bulu kuduk merinding, darah yang merah ada di mana-mana dan perempuan tercintanya tergeletak di lantai dengan menggenggam jantungnya sendiri dengan erat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline