Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Harus Menjadi Penjajah

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Slogan Indonesia Cinta Perdamaian harus kita dukung bersama. Namun slogan itu tidak akan bermakna jika rakyat Indonesia menderita karena kekurangan sumber daya energi yang disebabkan sumber daya dan cadangan energi nasional terus diproduksi untuk dikonsumsi seboros-borosnya dan dijual ke negara lain. Ironi jika kita bersusah payah Cinta damai jika negara lain “pura-pura” Cinta damai. Pada kenyataannya mereka berusaha menggerus terus sumber daya bangsa lain dengan dalih globalisasi & free trade (yang di-global-kan dan di-free trade-kan yg menguntungkan bagi negara tertentu saja). Bagi Indonesia sekarang sebaiknya Cinta perdamaian itu adalah cinta damai dengan batas bahwaIndoensia tidak mendukung perang dan kejahatan hak asasi manusia.

Indonesia harus berani “menjajah” bangsa lain. Indonesia harus mulai menjadi “penjajah”. Indonesia harus menyadari sumber daya alam kita sudah dikeruk bangsa lain sejak ratusan tahun lalu. Kini saatnya kita harus berpikir sama untuk menjadi “penjajah” bangsa lain.

Menjajah dengan perang senjata militer adalah cara “kuno” yang tidak seharusnya dipilih. Pilihan terbaik saat ini adalah "menjajah" dengan perang senjata ekonomi. Kita bisa belajar dari Belanda dengan VOC-nya, Malaysia yang sudah mulai menajajah dengan Petronas-nya, Vietnam sudah mulai menjajah dengan PetroVietnam-nya, Thailand sudah mulai menajah dengan PTT-nya. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah pemerintah Indonesia menguatkan senjatanya untuk seperti negara-negara yang saya sebutkan diatas? (baca reportase [M&A] saya di postingan sebelumnya, bagaimana Petronas dan PetroVietnam membeli block di UK dan Amerika latin dengan kekuatan finansial Milyaran Dollar Amerika)

Kekuatan Petronas dan Petro-Vietnam sebagai alat “menjajah” bangsa lain untuk kepentingan nasionalnya tidak lepas dari dukungan kuat dari Pemerintah. Perusahaan-perusahaan itu tidak menjadi “sapi perahan” pemerintah mereka, namun menjadi “alat” negara untuk “menjajah” bangsa lain. Pemerintah mereka tidak serta merta menarik dividennya untuk operasional negara, namun diinvestasikan lagi untuk kekuatan capital perusahaan migasnya dalam “menjajah” di belahan dunia lainnya. Mereka hanya memungut pajak saja yang jika dihitung sudah sangat besar dan apabila pajak itu dikelola dengan benar akan bermanfaat bagi rakyat.

Pemerintah Indonesia harus memiliki strategi jitu dalam mempersiapkan ketahanan energi nasional. Pemerintah harus menyadari sumber daya dan cadangan dalam negeri sudah menipis. Optimalisasi BUMN untuk “menjajah” negara lain harus didukung dengan visi, strategi, dan komitmen pemerintah. Selain dari sisi capital, B2B harus selalu diikuti dengan G2B atau G2G.

Pertamina, PGN, Wika, Bank Mandiri, Telkom, dan BUMN lainnya merupakan alat “menjajah” yang efektif bagi Indonesia. Pertamina sebagai perusahaan Energi terbesar milik negara harus dioptimalkan untuk mulai “menjajah” negara lain untuk kepentingan nasional. Pertamina harus diperkuat dari sisi finansial dan dan diberikan privilege lebih besar di dalam bisnis energi di dalam negeri sebagai pilar aktivitas menjajah di luar negeri.

Mari kita mulai memikirkan cadangan sumber energi bagi generasi bangsa Indonesia di masa datang. Kita keruk dulu sumber energi dari negara lain dan kita cadangkan sumber energi yang ada di bumi nusantara ini. “Menjajah” adalah hal yang wajar saat ini di era globalisasi dan free trade area dengan syarat asal tidak dengan perang. Jika pemerintah menyiapkan senjata (BUMN) dengan baik, kita akan menang melawan bangsa lain di area manapun di penjuru dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline