Seorang sosiolog yang berasal dari Amerika Serikat, Edwin M. Lemert mengemukakan. Dalam konteks sosial, labeling merupakan pemberian label atau cap kepada seseorang.
Pemberian label kepada seseorang adalah suatu tindakan yang dapat memiliki konsekuensi positif atau negatif, tergantung pada konteks, tujuan, dan dampaknya.
Menurut seorang Mac Aditiawarman dalam buku Hoax dan Hate Speech di Dunia Maya (2019), konsep dalam teori labeling menekankan pada dua hal, yakni alasan dan bagaimana seseorang diberikan label oleh masyarakatnya, serta apa pengaruhnya bagi orang tersebut.
Pada buku Deviance in Classrooms yang ditulis oleh Hargreaves, Hester, dan Mellor, dijelaskan tentang bagaimana labeling pada siswa terjadi.
Pertama, guru berspekulasi berdasarkan kesan pertama yang diperolehnya melalui penampilan, kemampuan, dan antusiasme siswa serta relasinya dengan teman-teman sekelasnya.
Tahap selanjutnya adalah hipotesis, yang berjalan seiring waktu akan terbukti atau terbantahkan. Hingga pada akhirnya, muncullah label terhadap siswa.
Yang menjadi persoalan adalah ketika teori labeling dalam pembelajaran menjadi kontraproduktif. Apalagi, disadari atau tidak, sebagai orang dewasa, kita cenderung memperlakukan siswa berdasarkan label yang diberikan pada siswa tersebut.
Pemberian Label Negatif
Pemberian label negatif terhadap seorang siswa dapat mendatangkan dampak yang serius dan merugikan pada perkembangan, motivasi, dan tumbuh kembang mental mereka. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin timbul akibat pemberian label negatif:
Rendahnya Percaya Diri: Siswa yang diberi label negatif cenderung mengalami penurunan rasa percaya diri. Mereka mungkin mulai meragukan kemampuannya sendiri dan merasa bahwa mereka tidak mampu mencapai prestasi yang lebih tinggi. Ini dapat menghambat perkembangan akademik dan sosial mereka.