Lihat ke Halaman Asli

a_selaludihati

Andy Hermawan

Menilik Kekerasan Siswa terhadap Guru di Demak, Refleksi terhadap Sistem Pendidikan

Diperbarui: 28 September 2023   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: koleksi pribadi, diolah dari herox.com

Kekerasan dalam lingkup pendidikan bukan gejala baru. Akar kekerasan di dunia pendidikan tertanam puluhan, bahkan ratusan tahun lamanya. Sehingga boleh dikatakan, bahwa umur kekerasan setua sekolah ini sendiri. Bentuk dari kekerasan ini sangatlah beragam, mulai dari yang berbentuk verbal hingga kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Pada tahun 1664, misalnya, para siswa bersenjata di Perancis menyerang sekolah Jesuit La Fleche untuk membebaskan teman mereka yang dikurung di sekolah. Sementara, di Amerika Serikat pada 1870, Etta Barstow, seorang guru asal Massachusetts, tewas akibat dilempari batu oleh empat siswa yang merasa sakit hati karena terkunci di luar gedung sekolah. 

Fenomena kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap guru di Madrasah Aliyah di Demak belakangan ini atau di mana pun tempatnya, merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Pendekatan psikologis dapat menjadi salah satu solusi untuk memahami dan mengatasi akar permasalahan ini. Namun, sebelum mengulas pendekatan psikologis, penting untuk memahami beberapa faktor yang mungkin berperan dalam fenomena ini.

Konteks Sosial dan Budaya: Pertama-tama, perlu memahami bahwa fenomena kekerasan terhadap guru dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Perilaku agresif dan ketidaktaatan bisa menjadi hasil dari lingkungan sosial yang tidak mendukung perkembangan positif.

Tekanan Akademis dan Emosional: Siswa di Madrasah Aliyah mungkin menghadapi tekanan akademis yang tinggi dan beban emosional. Hal ini bisa menyebabkan stres dan ketidakpuasan, yang dalam beberapa kasus bisa mengarah pada perilaku agresif.

Pada awalnya, sekolah memang bukan hanya tempat menangguk pengetahuan, melainkan juga melatih disiplin dan ketaatan pada nilai-nilai moral. Hal ini disebabkan, karena sekolah dibentuk untuk menyiapkan warga suatu komunitas. Awalnya sekolah ini lekat dengan komunitas keagamaan dan sejak abad ke-19 pendirian sekolah didorong oleh kepentingan pembentukan negara-bangsa, maka bersekolah juga mulai menjadi kewajiban.

Fenomena kekerasan siswa terhadap guru di Madrasah Aliyah di Demak, seperti fenomena serupa di tempat lain, dapat memicu sejumlah refleksi yang penting:

Pentingnya Pendidikan Emosional dan Sosial: Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan emosional dan sosial dalam sistem pendidikan. Siswa perlu dipersiapkan tidak hanya dalam hal akademik, tetapi juga dalam hal keterampilan emosional dan sosial. Ini mencakup keterampilan seperti pengelolaan emosi, empati, resolusi konflik, dan komunikasi yang sehat.

Dampak Tekanan dan Stres pada Siswa: Tekanan akademis dan emosional yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan siswa. Pendidikan harus berfokus pada menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan holistik siswa, bukan hanya pencapaian akademik.

Pentingnya Keterlibatan Orang Tua: Orang tua memainkan peran kunci dalam membentuk perilaku anak-anak mereka. Dalam menghadapi fenomena ini, orang tua perlu lebih aktif terlibat dalam pendidikan dan pembinaan anak-anak mereka, dan mereka perlu mendukung nilai-nilai seperti ketaatan, rasa hormat, dan empati.

Budaya Sekolah yang Positif: Budaya sekolah yang positif dan inklusif sangat penting. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi siswa dan guru. Ini memerlukan upaya bersama dari semua pihak yang terlibat dalam pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang mempromosikan saling penghargaan dan kerja sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline