Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Hymne Guru-Kompasioner, pasti kalian banyak yang mengenal lirik lagu di atas. Ya, lirik tersebut merupakan lirik dari lagu yang berjudul Hymne Guru. Lagu ini acap kali dinyanyikan oleh pelajar-pelajar di Indonesia pada peristiwa-peristiwa yang dekat dengan sosok Guru. Tidak banyak yang tahu, siapa pencipta lagu tersebut. Seorang Sartono, pria kelahiran Madiun, 29 Mei 1936 menciptakan dan mempersembahkan lagu ini, sebagai bentuk penghormatan, serta penghargaan bagi guru yang dinilai berjasa untuk pendidikan di Indonesia.
Sartono, seorang guru seni musik di SMP Katolik Santo Bernardus, Kota Madiun, Jawa Timur ini mempelajari musik secara otodidak. Namun meski secara otodidak, konon pada sekitar tahun 1978, beliau merupakan satu-satunya guru seni musik yang bisa membaca not balok. Proses terciptanya Hymne Guru ini pun sangat unik. Lantaran beliau tidak memiliki alat musik, lagu ini tercipta melalui siulan beliau yang kemudian liriknya digoreskan dalam secarik kertas. Menarik bukan? Sebuah dedikasi yang luar biasa bagi para guru di Indonesia, berupa gubahan lagu yang tercipta dalam kondisi tanpa adanya perangkat pendukung.
Kecintaannya pada dunia pendidikan, sekaligus penghargaan bagi rekan-rekan se-profesinya Hari Pendidikan Nasional pada tahun 1980 menjadi momentum lahirnya lagu ini. Lagu ini diikut sertakan dalam lomba cipta lagu tentang pendidikan. Dari ratusan karya yang berhasil masuk ke panitia, lagu "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" gubahan Sartono, keluar menjadi pemenang. Sartono memperoleh hadiah uang dan berkesempatan mengikuti studi banding ke Jepang, bersama dengan guru teladan yang lain.
Sartono meninggal dunia pada tanggal 1 November 2015 pada usia 79 tahun karena menderita sakit. Kini, karya beliau abadi bersama dengan penciptanya. Setiap tanggal 25 November, lagu ini selalu dinyanyikan oleh pelajar-pelajar di seluruh Nusantara, dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional. Seperti dalam syair yang telah tertulis "Namamu akan selalu hidup", nama besar Sartono akan selalu hidup dalam sanubari setiap insan di dunia pendidikan. Engkau Patriot Pahlawan Bangsa dengan banyak cinta dan doa, dari seluruh rakyat Indonesia.
Selamat Hari Guru untuk seluruh sahabatku para Guru di seluruh Nusantara. Semoga lagu indah ini dapat menjadi refleksi bersama untuk kita semua, atas darma bakti yang kita persembahakan bagi bangsa ini.