Lihat ke Halaman Asli

Sesar_____

Conten Writer

Naga Jawa dan Naga China

Diperbarui: 7 Oktober 2020   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hazmi Srondol

Suatu sore di pelataran rumah mbah Hendro keriuhan kecil terjadi. Tidak seperti biasanya, rumah mbah Hendro dan istrinya, mbah Ida yang senantiasa diselimuti sunyi dan hening. Tidak banyak orang-orang lalu lalang, begitu pula kendaraan. Alasan lainnya, karena memang rumah mah Hendro jauh dari jalan raya.

Rumah sederhana yang dihuninya sekarang ini merupakan rumah warisan dari bapaknya mbah Hendro. Manakala ditilik berdasar wilayah, rumah mbah Hendro masih bagian dari Desa Soditan.

Pada hari-hari tertentu, desa ini sangat ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara. Biasanya mereka datang untuk mengunjungi Klenteng Cu An Kiong. Klenteng yang dipercaya telah dibangun sejak abad ke-16 ini diyakini masyarakat Jawa sebagai kleteng tertua di tanah Jawa. Budaya Tionghoa dan budaya Jawa telah berasimilasi sejak lama di tanah ini. Hubungan diantara masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa pun saling memahami satu dan lainnya, sehingga kedamaian bertebaran di tanah ini.

Sejarawan bahkan menyatakan bahwa perkampungan pecinan di Lasem telah ada sejak masa kerajaan Majapahit sekitar tahun 1294-1527. Percampuran budaya Jawa dengan Cina dalam beragam aktifitas kehidupan pun kemudian terjadi sejak kedatangan Cheng Ho, dan berlangsung selama ratusan tahun hingga kini, termasuk budaya batik tulis.

Usut punya usut ternyata cucu-cucu dan anak-anaknya sedang berkumpul dalam rangka merayakan hari ulang tahunnya yang ke-73 nanti malam. Cucu-cucu mbah Hendro berusia 5-18 tahun, tetapi rata-rata mereka telah menginjak usia remaja. Cucu-cucu mbah Hendro sangat antusias berkumpul di pelataran ketika sore mulai tiba. Mereka selalu menantikan cerita yang dilanturkan oleh mbah Hendro. Dari cerita rakyat, cerita kemedekaan, cerita pahlawan-pahlawa yang tidak ditulis sejarah, cerita masa kecilnya, hingga cerita jenaka.

Tak lama kemudian mbah Hendro duduk di kursi goyang miliknya, sedangkan cucu-cucunya sembari mengunyah yopia dan sesekali menyeruput sirup kawista duduk di atas tikar anyam. Tiba-tiba mbah Hendro membuka percakapan.

"Hey kalian cucu-cucuku, apakah kalian tahu perbedaan Naga China dan Naga Jawa?" mbah Hendro dengan nada tenang dan berat mengajukan pertanyaan ini kepada cucu-cucunya.  

Semua terdiam kebingungan, tak ada satu pun yang bisa menjawab. Mereka saling pandang, ada yang tertunduk diam, ada yang asik mengunyah yopia, ada yang asik mengisi ulang gelasnya dengan air sirup kawista, ada pula yang hanya termenung, bingung. 

"Baiklah kalau begitu," mbah Hendro menimpali keheningan itu. "Ada yang mau tau, perbedaan diantara kedua naga tersebut?"

"Mau...mau...mau..." beberapa cucunya menyahut dengan lantang seperti anak yang berebutan menangkap ikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline