Lihat ke Halaman Asli

Sesar_____

Conten Writer

4 Novel Iwan Simatupang yang Bagus untuk Penggiat Eksistensialisme

Diperbarui: 7 Oktober 2020   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri.

Iwan Simatupang dikenal sebagai pembawa angin baru dalam penulisan novel dalam sejarah Sastra Indonesia. Tulisannya membawa gaya baru, inkonvensional, dan belum pernah dieksplorasi penulis sezamannya. Hal ini didasari pada latar belakang pendidikan, budaya, serta agama yang membentuk pola pikir Iwan dalam menelurkan karya-karyanya.

Karya Novel Iwan berhasil memukau HB Jassin, seorang kritikus sastra yang menyatakan karya Iwan sebagai bentuk baru novel Indonesia dan Chairil pada puisi Indonesia. H.B. Jassin pun memaparkan bahwa Iwan Simatupang sanggup melukiskan dengan jernih jalan pikiran tokoh-tokohnya dan hakikat masalah mereka tanpa selubung-selubung kerahasiaan.

Melalui Ensiklopedia Sastra Indonesia Kemendikbud, kita dapat mengetahui bahwa pria kelahiran Sibolga, 18 Januari 1928 silam ini telah mengenyam banyak pengalaman dalam hidupnya. Untuk lebih jelasnya mengenai riwayat singkat kehidupan Iwan dapat di simak dalam tautan ini 

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Iwan_Simatupang

Setelah berhenti dari sekolah kedokteran karena tidak tahan melihat darah dan mayat, Iwan memutuskan ke Jakarta. Di Jakarta ia banyak membaca masalah-masalah kebudayaan yang menghantarkannya menjadi penulis aktif di Mimbar Indonesia dan Siasat.

Perkenalannya dengan kebudayaan, sastra, serta filsafat didapatinya ketika ia mendapatkan beasiswa ke Eropa pada tahun 1954. Iwan mendalami antropologi di Leiden (1956), lalu mendalami drama di Amsterdam (1957), dan mendalami filsafat di Prancis (1958). Pergumulannya dengan budaya Eropa membentuk pola pikir baru yang tercermin dalam tulisan-tulisannya di kemudian hari.

Pertemuannya dengan filsafat di Prancis memberikan banyak masukan bagi tumbuh kembang pemikiran Iwan. Tahun 50an di Prancis, eksistensialisme berkembang subur di bawah naungan Jean Paul Sartre dan rekannya, Albert Camus mengembangkan pemikir pendahulunya, Soren Kierkegaard.

Pada 1946, Sartre menulis essai kontroversial berdjudul "Existensialism Is a Humanism" sebagai responnya atas opini negatif publik terhadap pemikiran eksistensialisme. Tulisan itu mengokohkan posisi eksistensialisme sebagai pemikiran alternatif yang berkembang saat itu.

Belum ada temuan konkret mengenai pengaruh eksistensialisme Sartre yang berkembang di Prancis kala Iwan berkuliah di Sorbone pada pemikirannya.

Akan tetapi, dapat disarikan bahwa lingkungan manusia itu tinggal dapat memengaruhi sedikit banyak pola pikir dan pandangan hidupnya dalam melihat dunia. Pengalaman hidup ini terhimpun dalam penghayatan penulis terhadap kehidupan sekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline