Di suatu pagi selepas melakukan aktivitas lari pagi, ketika matahari mulai bersinar menerangi jalanan di sekitar komplek rumah, tanpa sengaja saya melihat ada lampu jalanan yang masih menyala di tengah terangnya sinar matahari. Lantas tersirat dalam benak saya, "Jika matahari sudah bersinar terang, apa fungsinya lampu jalanan ini? Kenapa pula masih menyala ya?" Ketika saya coba untuk memperhatikan lebih lanjut, ternyata lampu jalanan kebablasan menyala itu tidak hanya satu, sepanjang jalan rangkaian lampu-lampu jalanan tersebut masih menyala. Mungkin petugas lampu yang seharusnya menyalakan dan mematikan lampu sesuai jadwal masih tertidur lelap, sehingga lampu-lampu tersebut masih menyala.
Lalai dalam menggunakan energi. Persoalan tersebut nampaknya masih terjadi di kalangan masyarakat, mungkin tanpa sadar kita pun kerap kali menghamburkan dan menggunakan energi secara tidak bijaksana. Beberapa hal sebetulnya terjadi dalam kehidupan keseharian kita, terkesan sepele tetapi ternyata perilaku dan kesadaran terhadap hemat energi dampaknya sangat berarti bagi keberadaan energi.
Kebiasaan buruk seperti meninggalkan charger hand phone tetap terpasang di kontak listrik setelah baterai terisi penuh, perangkat elektronik seperti TV atau radio masih menyala walaupun tidak ada orang yang menyimak, atau borosnya penggunaan air bersih merupakan gambaran nyata dan seringkali dijumpai di kalangan rumah tangga. Mirisnya, perilaku ini seringkali dibiarkan dan dianggap sebagai hal lumrah, sehingga tanpa disadari perilaku membuang energi tanpa manfaat menjadi bagian dari kebiasaan hidup di masyarakat.
Dampak Pemborosan Energi
Masyarakat biasanya mengeluh jika mendapat informasi bahwa tarif dasar listrik atau harga Bahan Bakar Minyak naik. Mengeluh memang manusiawi, karena jika biaya hidup jadi lebih besar gara-gara beban biaya untuk membayar energi seperti listrik, gas atau BBM mengalami kenaikan. Tetapi nampaknya akan lebih bijaksana kalau kita juga mulai untuk berpikir bagaimana caranya menghemat penggunaan energi.
Sesungguhnya kebiasaan penggunaan energi secara semena-mena tidak hanya memusingkan para ibu rumah tangga yang mengomel karena harga ini dan itu menjadi lebih mahal. Pemborosan energi juga ternyata menambah beban negara untuk membiayai subsidi energi yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Wajar saja jika ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia akan ikut mengomel karena menurut data Kementerian Keuangan pada periode Mei 2018, subsidi energi mengalami lonjakan sampai 80% dibanding periode Mei 2017.
Kementerian Keuangan mengatakan subsidi energi tercatat sebesar Rp 49,4 triliun atau telah mencapai 52% dari anggaran yang dialokasikan di APBN 2018. Rincian subsidi tersebut untuk BBM dan LPG sebesar Rp 30,4 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 19 triliun.
Jumlah tersebut tentunya sangat besar. Pemborosan energi memiliki efek domino dari kemungkinan tekornya anggaran biaya rumah tangga kita sehingga sangat berpotensi bagi para ibu rumah tangga meminta kenaikan jatah anggaran bulanan, sampai berdampak pada kemungkinan defisit APBN. Bukankah harga listrik dan BBM yang merupakan energi paling banyak digunakan masih disubsidi negara? Mengandaikan lagi kalau saja pemerintah mengambil kebijakan tidak populer seperti mengurangi subsidi (lagi), biaya energi akan menjadi lebih mahal bagi masyarakat. Kebijakan semacam ini biasanya akan disambut secara semarak melalui adanya berbagai demo penolakan dan kritik dari kalangan tertentu. Padahal para pendemo dan pihak pemberi kritik tersebut juga belum tentu menggunakan energi secara efisien, terlebih menjadi teladan untuk menghemat energi.
Pemborosan energi ternyata bukan persoalan ekonomi semata, isu korelasi antara energi fosil sebagai sumber energi dominan di Indonesia dengan lingkungan hidup belakangan juga menjadi sorotan. Permasalahan buruknya kualitas udara, berkurangnya ketersediaan air bersih dan secara global adalah isu pemanasan suhu bumi merupakan dampak lebih luas dari penggunaan energi secara membabi buta. Terlebih lagi energi fosil tersebut bukan merupakan energi yang dapat diperbaharui, energi fosil merupakan sumber daya terbatas dan akan habis jika penggunaannya terus berlangsung tanpa ada sumber daya alternatif.
Perilaku Menghemat Energi
Teringat di pertengahan era 1990-an ada kampanye "Hemat Energi Hemat Biaya", sosialiasi semacam itu adalah upaya positif untuk membangun kesadaran pentingnya penggunaan energi secara efisien. Kementerian ESDM pada tahun 2017 telah meluncurkan kampanye "Hemat Energi Potong 10%", kampanye ini telah dimulai sejak 21 Mei 2017, dengan menjadikan para pelanggan listrik kalangan rumah tangga. Hal ini dikarenakan penghematan 10% pada sektor rumah tangga dapat menghemat listrik setara dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas sekitar 900 MW. Penghematan listrik lebih mudah dan murah dibanding membangun pembangkit listrik.