Lihat ke Halaman Asli

andry natawijaya

TERVERIFIKASI

apa yang kutulis tetap tertulis..

"Lost But Not Forgotten"

Diperbarui: 7 Januari 2018   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : express.co.uk

Jika anda adalah seorang penggemar musik klasik, tentu anda pernah mendengar komposisi karya Ludwig van Beethoven (1770-1827) Piano Sonata no. 14 di C# minor "Quasi una Fantasia", op. 7 no. 2, yang lebih dikenal dengan Moonlight Sonata. Komposisi ini diselesaikan oleh Beethoven tahun 1801, dan sampai saat ini diakui menjadi salah satu hasil komposisi piano yang cukup hebat. Moonlight Sonata sangat melekat dengan Beethoven, karena ketika pecinta musik klasik mendengar dentingan nada piano yang melantunkan not-not ini akan menggumamkan nama Ludwig van Beethoven.

Nama Beethoven sendiri memang telah menjadi legenda musik klasik, karena komposisinya memang tidak terlupakan dan menjadi ikon selama berabad-abad.

***

Jika berbicara mengenai bank lokal yang pernah melegenda, salah satunya adalah Bank Buana Indonesia (BBI). Berdiri pada 31 Agustus 1956, BBI merupakan salah satu lembaga keuangan yang cukup lama bertahan di Indonesia, tercatat pada masa BBI meningkat bisnisnya, pernah mengakuisisi beberapa bank lain yaitu, tahun 1972 mengakuisisi Bank Pembinaan Nasional, tahun 1974 mengakuisisi Bank Kesejahteraan Masyarakat, tahun 1975 mengakuisisi Bank Aman Makmur.

Yang unik dari BBI adalah kemampuan strategi bisnis untuk membuat hubungan yang dekat antara nasabah dengan BBI. Sebetulnya jika ditinjau dari sejarah BBI, nasabah BBI sewaktu itu mayoritas adalah pedagang grosir atau juga pengecer kelas menengah yang banyak bertransaksi dengan sistem tradisional, sehingga BBI dalam hal ini memberikan jasa untuk membantu nasabah agar lebih mudah bertransaksi. 

BBI tidak hanya memberikan servis perbankan, tetapi juga mampu menjalin hubungan secara personal dengan para nasabahnya, sehingga nasabah menjadi loyal dan banyak nasabah yang merasa hubungan dengan para pegawai BBI bukan sebagai mitra bisnis saja, tetapi sebagai sahabat bahkan keluarga. Kedekatan secara psikologis ini yang menjadi nilai tersendiri bagi BBI. Dan hubungan baik antara nasabah dan bank ini dijadikan sebagai filosofi dan budaya organisasi, sehingga mampu melekat dalam visi dan misi organisasi. 

Maka ketika nasabah diimingi berbagai produk dan layanan yang bisa jadi lebih menarik secara fitur dari bank lain,nasabah enggan berpaling dari BBI, karena faktor kedekatan secara personal ini. Mungkin jika menyebut BBI pernah menjadi salah satu masterpiece perbankan Indonesia, nampaknya hal itu tidak salah. Karena salah satu aspek yang mampu memikat nasabah untuk menjalin kerjasama dengan bank adalah hubungan baik yang kemudian menjadi kenyamanan dan kepercayaan.

Contoh bank lain yang memiliki pola kerjasama yang serupa adalah Bank NISP (sekarang OCBC NISP), NISP merupakan salah satu bank yang mampu bertahan tanpa bantuan pemerintah ketika krisis ekonomi 1997-1998. Berdiri sejak 1941 dengan nama NV Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank, NISP fokus mengembangkan bisnisnya pada sektor usaha kecil dan menengah. NISP juga memiliki filosofi dan budaya kedekatan antara Bank dan nasabah serta diterapkan dalam organisasinya, sehingga banyak pegawai NISP yang menjadi loyal dan merasa menjadi keluarga besar.

Aristoteles, filsuf jenius dari era Yunani kuno mengungkapkan zoon politikon atau berarti manusia pada dasarnya perlu hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Interaksi yang positif yang membuat antar personal menjadi erat dan dekat karena merasa memiliki dasar pijakan yang sama yaitu organisasi serta berniat untuk mencapai tujuan yang sama pula yaitu manfaat ekonomi. Hal ini yang menjadi modal kuat bagi BBI dan NISP untuk bisa berkembang dan bertahan pada era perbankan klasik di Indonesia.

Namun waktu terus berjalan dan jaman berubah. Kekuatan budaya kedekatan secara emosional dan kekeluargaan tersebut perlahan berganti wajah, ada satu hal yang pada akhirnya mampu menggeser budaya tersebut, yaitu kebutuhan modal. Secara tidak langsung, konsep Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang digagas Bank Indonesia turut memaksa terjadinya pergeseran budaya yang dicontohkan oleh BBI dan NISP. Dimana API mengatur mengenai ketentuan pemenuhan modal bank  sebagai implementasi struktur perbankan yang lebih optimal (baca artikel Small but Beautiful).

 Pada akhirnya, September 2005 BBI diakusisi oleh UnitedOverseas Bank International Investment (UOBII) dengan menguasai 53% saham BBI dengan nama PT Bank UOB Buana. Dan tahun 2010 sepenuhnya Bank UOB Buana digabungkan sepenuhnya dengan induk perusahaan di Indonesia menjadi UOB Indonesia. Kisah serupa terjadi pada NISP, yang sejak tahun 2004 diakuisisi oleh OCBC yang menjadi OCBC NISP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline