Lihat ke Halaman Asli

Andri Yunarko

Buruh Belajar

Masih Rezim Upah Murah

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Solidaritas.net – Pada hari Sabtu, 24 Januari 2015, Menteri Ketenagakerjaan, M.Hanif Dhakiri membuat pernyataan terkait persoalan upah buruh dihadapan pengusaha saat di Semarang. M.Hanif Dhakiri menyatakan bahwa pemerintah akan menempuh kebijakan, atas apa yang disebutnya sebagai “pintu uang keluar”. Sebuah ungkapan yang digunakan untuk menyebut pengeluaran yang dibutuhkan untuk biaya hidup buruh.

Pemerintah dikatakan akan membangun satu juta perumahan rakyat yang ditujukan sebagai pemenuhan kebutuhan tempat tinggal dan untuk tahap awal di tahun 2015 ini, 10.000 rumah buruh akan dibangun.

Dengan pernyataan yang dimuat dalamKompas.com tersebut, semakin menegaskan bahwa rezim baru pemerintah Indonesia ini, masih melanjutkan kebijakan upah murah. Disebutkan secara jelas bahwa pemerintah akan menempuh kebijakan “pintu uang keluar” yang berarti bahwa pemerintah akan terus mempertahankan kebijakan untuk memaksa buruh hidup di bawah standar layak.

Seperti diketahui bahwa aturan pemerintah yang digunakan untuk menetapkan upah (UMK/UMP) adalah perhitungan harga 60 komponen kebutuhan hidup minimum bagi buruh. Dengan 60 komponen ini, yang sesungguhnya masih jauh dari standar hidup layak, buruh hanya dapat menyewa kamar, tidak memilikihandphone sebagai alat komunikasi, tidak ada biaya pendidikan dan lain sebagainya.

Dalam pernyataannya, M.Hanif Dhakiri menyebut pemerintah dihadapkan pada dua pilihan dalam menyikapi persoalan upah buruh, yakni besarkan upah atau kecilkan pengeluaran. Dan pemerintah telah menentukan pilihan untuk menempuh kebijakan “pintu uang keluar” atau kecilkan pengeluaran.

Itu artinya, pemerintah sama saja menyatakan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat (buruh) dengan membangun 10.000 rumah bagi 118,2 juta pekerja formal dan informal yang ada di Indonesia menurut data BPS (Biro Pusat Statistik) per Februari 2014! [2]

Tidak ada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan jalan meningkatkan pendapatan yang bisa dilakukan dengan merubah aturan pemerintah tentang 60 komponen kebutuhan hidup minimum. Atau melakukan upaya yang berdampak paling signifikan terhadap sistem pengupahan yang berlaku di Indonesia saat ini, yaitu dengan jalan menekan bahkan menurunkan harga-harga kebutuhan hidup di pasar melalui mekanisme kontrol harga pasar.

Sebab, upah (UMK/UMP) ditetapkan oleh Gubernur setelah menerima rekomendasi kepala daerah, hasil dari usulan Dewan Pengupahan yang beranggotakan asosiasi pengusaha, serikat buruh, pemerintah (Disnaker) dan akademisi berdasarkan survei harga 60 komponen tersebut di pasar.

Pernyataan yang disampaikan di depan pengusaha ini juga memperjelas sikap pemerintahan yang berorientasi kepada pemodal. Kebijakan yang tidak berimbang, dimana buruh terus dipaksa memperkecil pengeluarannya, dari upah yang sudah minimum, sementara tidak ada batasan bagi pengusaha untuk terus meningkatkan keuntungannya.

Posisi pemerintah ini semakin mempertegas kenyataan bahwa tidak ada pilihan lain bagi buruh untuk meningkatkan kesejahteraannya, selain dengan jalan mobilisasi massa (berserikat, rapat akbar, aksi massa, mogok kerja, dll), ditujukan untuk membentuk kekuatan politik mandiri agar mampu melawan kebijakan politik upah murah secara konsisten tanpa penyelewengan dari elit serikat buruh.

tulisan ini telah dimuat di website :  http://solidaritas.net/2015/01/masih-rezim-upah-murah.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline