Lihat ke Halaman Asli

Rumah Sakit (Masih) Menolak Pasien BPJS Kesehatan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan ini merupakan salah satu dari sekian cerita tentang penolakan pihak rumah sakit terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. Cerita ini semoga membuat kita sebagai rakyat Indonesia lebih kritis dalam pelaksanaan JKN ini.

Cerita ini adalah pengalaman pribadi dari kakak kandung saya. Kakak saya beserta istrinya tinggal di sebuah daerah di Jawa Barat. Saat istri kakak saya hamil, mereka selalu berobat dan konsultasi di salah satu rumah sakit swasta yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di Jawa Barat tersebut. Ketika konsultasi kehamilan dengan dokter, kakak saya beserta istrinya tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatan alias berobat secara umum, dikarenakan jika menggunakan kartu BPJS Kesehatan ada persyaratan berupa surat-surat yang harus diurus selama dua hari.

Pada bulan Juni 2014 istri kakak saya melahirkan di rumah sakit swasta tersebut dengan keadaan emergency. Kakak saya beserta istrinya memutuskan untuk menggunakan kartu BPJS Kesehatan. Saat ditanyakan kepada pihak rumah sakit, pihak rawat inap rumah sakit menolak dan mengatakan bahwa ada peraturan baru sehingga bulan Mei hingga Juni ada transisi dan tidak melayani peserta BPJS Kesehatan untuk melahirkan dan melahirkan harus menggunakan biaya umum. Padahal sebelumnya pada saat usia kandungan sekitar 8 bulan pernah bertanya pada bagian informasi, BPJS Kesehatan boleh digunakan untuk melahirkan walaupun tidak dicover 100% tergantung dari grade rumah sakit yang bersangkutan. Akhirnya kakak saya memutuskan untuk bayar saja dan tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatannya.

Kakak saya penasaran dan beberapa hari kemudian datang ke salah satu kantor BPJS Kesehatan di daerah Jawa Barat tersebut. Beliau menjelaskan kepada pihak BPJS tentang kejadian di RS tempo hari. Kemudian pihak BPJS Kesehatan meminta beliau untuk membuat surat kronologi kejadian penolakan penggunaan kartu BPJS Kesehatan di rumah sakit itu. Pihak BPJS Kesehatan lah yang kemudian menghubungi RS tersebut lebih lanjut.

Beberapa saat setelah pengaduan tersebut kakak saya ditelfon oleh pihak rumah sakit dan pihak rumah sakit meminta maaf atas kejadian tersebut. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa sebenarnya saat istri kakak saya akan melahirkan tidak ada kamar kosong untuk peserta BPJS Kesehatan tetapi pihak rumah sakit tidak diperbolehkan mengatakan hal itu kepada pasien. Akhirnya pihak rumah sakit mengganti biaya persalinan yang tempo hari dibayarkan oleh kakak saya. Tetapi tidak semua biaya dikembalikan karena berdasarkan peraturan rumah sakit tersebut bahwa persalinan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah persalinan normal dengan menggunakan bidan, sedangkan pada persalinan istri kakak saya ada dokter juga yang mendampingi. Maka biaya dokter tersebut tetap dibayar sendiri oleh kakak saya.

Terlepas dari alasan awal pihak rumah sakit menolak penggunaan kartu BPJS Kesehatan itu benar atau hanya dibuat-buat, tidak seharusnya sebagai pemberi pelayanan kesehatan membatasi tempat tidur yang tersedia untuk peserta JKN. Bahkan hal tersebut tercantum pada bab 5 Permenkes RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Penolakan secara sengaja atau dengan modus ruangan telah melanggar MoU dengan BPJS sekaligus UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS pelaksana JKN dan Permenkes No 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Salahkah jika saya sebut rumah sakit tersebut menganaktirikan pasien yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan? Apakah alasan pihak rumah sakit yang kemudian mengatakan sebenarnya tidak ada kamar kosong merupakan modus untuk menolak pasien BPJS Kesehatan?

Siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah kurang sosialisasi dari BPJS Kesehatan atau memang rumah sakitnya yang nakal? Bagaimana jika kakak saya tidak penasaran dan tidak melaporkan kejadian ini kepada pihak BPJS Kesehatan? Apa sanksi yang didapat oleh rumah sakit tersebut? Sudahkah pihak BPJS Kesehatan memberi sanksi pada mereka? Bukankah BPJS sebagaimana tertuang dalam UU nomor 24 tahun 2011 mempunyai kewenangan untuk menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan yang“nakal”dengan tujuan untuk melindungi peserta?

Jika kakak saya tidak mengadukan hal ini kepada pihak BPJS Kesehatan sudah jelas pihak rumah sakit tersebut menindas pasien peserta BPJS Kesehatan dengan alasan yang mereka buat dan mereka mungkin mendapat keuntungan. Pengalaman ini semoga menjadi kritik dalam pelaksanaan JKN ke depannya. Program JKN merupakan program yang mulia dan bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Semoga koordinasi antara regulator, pelaksana, PPK, dan peserta semakin baik. Semoga tidak ada penolakan-penolakan lain yang dilakukan oleh pihak PPK dan pelaksanaan JKN semakin membaik dengan seiringnya waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline