Disrupsi digital menjadi topik yang sangat seru untuk di diskusikan sekarang ini, mulai dikenal saat pandemi covid-19 sekitar awal tahun 2020.
Sebagian dari kita mungkin berpikiran kalau disrupsi digital ini menjadi alasan utama fenomena degradasi etika dan moral secara umum dan digadang-gadang akan menjadi hal yang membatasi hubungan sosial.
Tapi disisi lain, Disrupsi digital menjadi hal yang sangat positif bagi etika masyarakat desa yang sedikit demi sedikit sudah mulai meninggalkan tradisi konservatif yang mereka anggap benar dan berpengaruh buruk bagi keimanan umat muslim.
Sekitar tahun 2019 kebelakang Fenomena memberikan Makanan, Uang, dan benda lain kepada orang meninggal yang di letakkan di atas tanah kuburan itu sudah menjadi hal yang sangat biasa.
Syukurnya karena masyarakat desa sudah mulai mengenal digital mereka banyak yang lebih memilih untuk tetap di rumah main Facebook dan meninggalkan kebiasaan kunonya itu (memberi makanan dan benda pada mayyit).
Sempat bingung dengan solusi dan langkah apa yang cocok untuk meninggalkan atau mengganti tradisi itu, kemudian tuhan memberikan solusi yang efektif perihal tradisi yang sudah membatu ini.
Yakni, dengan masuknya digitalisasi ke desa Salo cella, hal ini menjadikan masyarakat umum sudah mulai meninggalkan tradisi konservatif ini sedikit demi sedikit dan saya yakin lama kelamaan tradisi ini akan ditinggalkan secara utuh.
Masalah ini Hampir Selesai tanpa pertengkaran dan saling sindir menyindir dan harapannya Semoga hal baik selalu menyertai perubahan dalam kebaikan.
Andriyan Dwi Saputra (Ketum HMPS PAI UINSI Samarinda)
at Salo Cella, Muara Badak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H