Lihat ke Halaman Asli

Andriyanto

Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

Mengenal Schadenfreude: Ketika Senang Melihat Penderitaan Orang Lain dan Menderita Saat Orang Lain Senang

Diperbarui: 29 September 2024   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Build the emotional case for change • ORCHANGO (orchango.com)

Dalam kehidupan bermasyarakat kita beberapa waktu belakangan ini, kita sering menemukan momen ketika seseorang merasa senang melihat orang lain mengalami kesulitan atau kegagalan. Rasa puas atas penderitaan orang lain ini dikenal sebagai schadenfreude, yang dalam bahasa Jerman berarti "kesenangan dari penderitaan orang lain."  Schadenfreude adalah fenomena psikologis yang menarik dan sering kali kontroversial. meskipun ini adalah reaksi yang wajar dalam beberapa konteks. Schadenfreude dapat merusak hubungan antar individu, berdampak negatif pada kesehatan mental, dan bahkan merusak kepercayaan sosial. Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang apa itu schadenfreude, asal usulnya, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta bagaimana kita bisa mengatasinya.

Apa Itu Schadenfreude?

Schadenfreude adalah sebuah perasaan kegembiraan yang muncul ketika seseorang menyaksikan atau mengetahui orang lain sedang mengalami kesulitan atau kegagalan. Istilah ini berasal dari dua kata Jerman, yaitu "Schaden" yang berarti kerusakan atau bahaya, dan "Freude" yang berarti kebahagiaan atau sukacita. Dalam konteks psikologi, schadenfreude dianggap sebagai salah satu reaksi emosional negatif yang sangat umum di masyarakat. Meskipun banyak orang merasa bersalah ketika merasakan schadenfreude, fenomena ini bisa menjadi sangat kompleks karena berkaitan dengan aspek sosial dan moral seseorang.

Asal Usul dan Sejarah Schadenfreude

Istilah "schadenfreude" pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada abad ke-19. Dalam teks-teks berbahasa Inggris, kata ini ditemukan pada tahun 1852 dan 1867, sebelum mulai digunakan secara lebih luas pada tahun 1895. Namun, konsep ini sebenarnya telah lama ada dalam sejarah. Dalam filsafat Yunani kuno, Aristoteles menggunakan istilah "epichairekakia" untuk menggambarkan kesenangan yang diperoleh dari penderitaan orang lain. Pada abad ke-19, filsuf Friedrich Nietzsche juga menulis tentang schadenfreude dalam karyanya, di mana ia menggambarkan bahwa sifat manusia yang penuh kompleksitas dan ketidaksempurnaan dapat mendorong seseorang merasakan kegembiraan atas penderitaan orang lain.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Schadenfreude

Ada beberapa faktor psikologis dan sosial yang dapat mempengaruhi mengapa seseorang merasakan schadenfreude. Faktor-faktor ini mencerminkan bagaimana schadenfreude muncul sebagai bagian dari dinamika hubungan sosial dan interaksi manusia.

1. Perbandingan Sosial

Manusia sering kali cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dalam hal prestasi, kekayaan, atau kebahagiaan. Ketika seseorang yang dianggap lebih berhasil mengalami kegagalan atau masalah, hal ini bisa memicu perasaan bahwa keadilan telah dipulihkan. Ini terutama terjadi dalam situasi di mana perbandingan sosial menimbulkan rasa iri atau perasaan kurang percaya diri. Dalam konteks ini, schadenfreude berfungsi sebagai cara untuk menyeimbangkan perasaan tersebut.

2. Keadilan dan Moralitas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline