Lihat ke Halaman Asli

Andriyanto

Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

Kho Ping Hoo: Maestro Cerita Silat Lokal Bernuansa Tionghoa

Diperbarui: 4 Oktober 2023   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

Cerita silat adalah salah satu genre fiksi yang sangat populer di Indonesia. Cerita silat bercerita tentang petualangan para pendekar yang memiliki ilmu beladiri khusus. Cerita silat berasal dari Tiongkok, tetapi juga berkembang di Indonesia dengan unsur-unsur lokal. Salah satu maestro cerita silat yang paling terkenal di Indonesia adalah Kho Ping Hoo. Siapa dia dan bagaimana karyanya?

Siapa Kho Ping Hoo?

Kho Ping Hoo adalah seorang penulis cerita silat yang sangat produktif dan populer di Indonesia. Ia lahir pada tanggal 17 Agustus 1926 di Sragen, Jawa Tengah, dari pasangan Kho Kiem Poo dan Sri Welas Asih. Ia adalah anak sulung dari 12 bersaudara. Ia hanya menyelesaikan pendidikan kelas 1 Hollandche Inlandsche School (HIS), karena kondisi keluarganya yang miskin. Ia kemudian bekerja sebagai tukang cukur, penjual es krim, dan pedagang buku bekas.

Kho Ping Hoo menikah dengan Ong Roos Hwa, seorang gadis asal daerahnya, pada tahun 1945. Mereka memiliki 13 orang anak, tetapi dua di antaranya meninggal saat masih muda. Kho Ping Hoo juga memiliki 8 cucu. Salah satu cucunya yang terkenal adalah Desta, seorang komedian dan penyiar radio yang menikah dengan Natasha Rizky, seorang aktris dan model.

Kho Ping Hoo mulai menulis cerita silat pada tahun 1951, dengan judul pertamanya adalah Pendekar Buta. Ia terinspirasi oleh film-film silat Hong Kong dan Taiwan, serta novel-novel silat karya Jin Yong dan Gu Long. Ia tidak bisa membaca dan menulis dalam bahasa Mandarin, sehingga ia menggunakan kamus Mandarin-Indonesia untuk mencari nama-nama tokoh dan tempat dalam ceritanya. Banyak fakta sejarah dan geografis Tiongkok dalam ceritanya yang tidak akurat, karena ia tidak memiliki akses ke sumber-sumber berbahasa Tionghoa.

Kho Ping Hoo menulis sedikitnya 120 judul cerita silat selama 30 tahun. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Pendekar Baju Putih, Darah Mengalir di Borobudur, Patung Dewi Kwan Im, Pendekar Bodoh, Badai Laut Selatan, dan Bu Kek Siansu . Karya-karyanya memiliki pengaruh besar bagi literatur fiksi silat Indonesia, khususnya yang bertema Tionghoa Indonesia. Banyak pembacanya yang menganggap karya-karyanya sebagai sumber informasi tentang budaya, sejarah, agama, dan moral Tionghoa, meskipun banyak fakta-fakta yang tidak akurat.

Kho Ping Hoo meninggal pada tanggal 22 Juli 1994, di Solo, Jawa Tengah. Ia dimakamkan di pemakaman umum Ngemplak Solo. Karya-karyanya masih dibaca dan dicintai oleh banyak orang hingga sekarang. Bahkan, beberapa presiden Indonesia seperti B.J. Habibie, Gus Dur, dan Joko Widodo mengaku sebagai penggemar karya-karyanya.

Bagaimana Ciri Khas Karya Kho Ping Hoo?

Karya-karya Kho Ping Hoo memiliki ciri khas yang membedakannya dari penulis cerita silat lainnya. Berikut ini adalah beberapa ciri khas karya-karya beliau:

- Kho Ping Hoo sering menggunakan nama-nama tokoh dan tempat yang unik dan menarik, seperti Bu Kek Siansu, Pendekar Baju Putih, Patung Dewi Kwan Im, Badai Laut Selatan, dan lain-lain. Nama-nama ini biasanya berasal dari bahasa Mandarin, tetapi ditulis dengan ejaan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline