Lihat ke Halaman Asli

Salah Ahok atau Salah FPI?

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412573628577634559


Di sini saya bukan sebagai seorang pengamat sosial, bukan pula sebagai pengamat partai politik atau mungkin sebagai pengawas kinerja pemerintahan di indonesia. Akan tetapi, sebagai warga negara indonesia yang baik, saya juga memiliki hak untuk menyumbangkan suara bagi bangsa, sanak saudara, bapak ibu saya di tanah air. Menyangkut sebuah permasalahan yang realitasnya dari kalimat yang terlontar oleh seseorang lalu kemudian berdampak besar bagi masyarakat, sampai adanya kericuhan yang terjadi antara ormas dengan pihak kepolisian bersama pemerintah. Tentu, kita akan dapatkan sebab kecil dengan efek besar hanya pada pemerintahan, hitam di atas putih, menentukan perubahan terhadap sesuatu, yang tidak jarang adalah sesuatu yang besar, ibarat bom, hanya dengan bermodal korek kecil bisa meluluhlantahkan semua yang berada di sekitarnya.

Melihat Isu yang masih hangat diperbincangkan di media massa pertelevisian sekarang mengenai Hari Raya Qurban, merupakan syariat islam bagi kaumnya untuk melaksanakan Qurban bagi yang mampu, setiap tahunnya di bulan haji, seusai sholat idul adha proses penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban segera dilaksanakan. Semua ini tentu dilakukan dengan cara yang tidak instan, perlu persiapan matang pula dari pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan berkurban ini, mulai dari pembentukan kepanitiaan, pendataan warga yang akan menerima jatah daging qurban, persiapan jauh-jauh hari oleh orang yang berkurban juga sangat dibutuhkan, memilih sapi yang baik untuk diqurbankan. Alhasil semua ini berdampak baik bagi masyarakat miskin, mereka juga bisa merasakan nikmat persaudaraan di dalamnya, orang yang mampu berbagi rezeki dengan orang yang kurang mampu. Kegiatan seperti ini tentunya sudah bisa dikatakan sebagai budaya umat muslim di indonesia.

Kebudayaan merupakan nilai yang tumbuh di masyarakat, mengakar pada pikiran setiap individu di dalamnya, timbul pada perilaku yang berjalan di masyarakatnya, menjadi identitas tersendiri yang membedakan mereka dengan kebudayaan lainnya. Jadi, jelas pada setiap masyarakat ada orang-orang yang sangat menjunjung tinggi kebudayaan mereka dan tentunya tak ingin ada yang melecehkan apalagi sampai merubah nilai yang kian lama tumbuh dan mengakar pada proses kehidupan mereka.

Itulah kiranya permasalahan yang dibuat oleh Bapak Gubernur DKI yang hangat disapa ‘Ahok', pemberitaan yang mencuat di media massa saat ini yaitu terkait pernyataan, "tidak boleh ada yang berkurban di sekolah, dan tidak boleh ada yang berjualan kambing di pinggir jalan". Secara tidak langsung ini jelas menyinggung kepentingan orang-orang yang ingin melaksanakan pembelian dan penyelenggaraan Qurban di DKI, ditambah lagi banyaknya ormas yang kita sebutkan di atas "sangat menjunjung tinggi kebudayaan mereka", mereka adalah FPI, hingga akhirnya mereka turun untuk melakukan unjuk rasa di kantor pemerintahan, ujung-ujungnya adalah ricuh antara ormas dengan pihak kepolisian, jelas sangat disayangkan apalagi sampai ada korban luka-luka.

Kebiasaan yang menurut para pembicara di salah satu stasiun Televisi, merupakan kebiasaan yang sudah ada sejak zaman belanda, berjualan kambing di pinggir jalan, dan prosesnya pun hanya setahun sekali, dan hanya memerlukan waktu 10 hari, kalau mungkin akan membuat kotor pasti akan cepat diatasi dan kembali seperti semula.

Maksud pak Ahok sebenarnya bagus, ingin melihat DKI tetap asri walau dalam hari-hari menjelang Qurban, namun metode yang dilakukan untuk mencapai hal ini yang kurang tepat, melontarkan kata-kata yang merupakan sebuah message yang tertuju kepada receiver yang heterogen. Perlu diketahui ini sifatnya adalah komunikasi massa, kita tidak mengetahui persis siapa komunikan yang berada di depan kita, beda halnya dengan tindakan kominikasi langsung, antara orang perorang, kita dengan jelas akan mengetahui hal yang disukai maupun tidak disukai oleh lawan bicara kita dengan menanyakan latar belakangnya terlebih dahulu.

Dalam bidang kesehatan masyarakat kita juga akan menemukan permasalahan seperti ini, adanya kebudayaan yang merugikan bagi kesehatan di suatu masyarakat, kita datang untuk merubahnya, jelas akan mengalami hal sama dengan kejadian ricuh di atas, namun kemudian ada sebuah metode jitu yang telah dibuat oleh para ahli kesehatan masyarakat. Dengan menerapkan metode komunikasi positif deviance, kita langsung turun di masyarakat, untuk melihat hal menyimpang dari kebudayaan dimaasyarakat itu, yang berbeda dari biasanya, namun bersifat positif dan mendukung daripada tujuan yang ingin kita capai dari masyarakat ini. Berjualan kambing di pinggir jalan misalnya, kebanyakan orang melakukan itu, dan pasti ada satu atau dua orang yang berjualan kambing bukan di pinggir jalan, di tempat yang tertata dengan rapi juga kebersihan yang terjaga. Nah inilah orang yang kemudian kita proklamirkan secara langsung kepada masyarakat sekitar, terutama kepada para penjual kambing, bahwasanya orang yang berjualan seperti inilah yang baik, pantas untuk diberi award, peghargaan dari gubernur, masukkan di koran, buatkan poster-poster, secara tidak langsung masyarakat akan sadar bahwa itulah cara berjualan yang baik, mereka juga akan berlomba-lomba untuk mendapat penghargaan dari gubernur.

Kita juga dapat belajar dari sejarah inggris bahwasanya pada tahun 1926-1933, Dewan pemasaran kerajaan inggris (Empire Marketing Board) menggelontorkan dana sebesar 1 juta poundsterling untuk membuat pencitraan terhadap buah-buahan dari negaranya kepada masyarakat, agar mereka kemudian lebih mengenal dan meminati buah-buahan mereka sendiri. Dana yang dikeluarkan sebanyak itu adalah untuk mengiklankan buah-buahan tersebut melalui televisi, radio, koran, majalah, dan poster-poster. Biaya dan waktu yang tidak singkat memang yang dibutuhkan, namun sangat efektif dibanding langsung mengeluarkan kebijakan agar seluruh warga inggris harus memakan buah-buah yang mereka kurang sukai dari negeri mereka.

Dalam AL-QUR'AN pun banyak pelajaran yang bisa kita ambil, sekiranya nabi MUHAMMAD Shalallaahu'alaihi Wasallam tidak berlaku lemah lembut kepada penduduk makkah, maka sudah pasti dakwah beliau tidak akan berhasil, apalagi melihat watak orang-orang makkah pada waktu itu sangat jahil dan keras kepada penantang kebudayaan mereka.

Dan bagi pihak FPI pula, sebaiknya tidak langsung memicu bentrok dengan kepolisian, apapun alasannya, pihak kepolosian yang berjaga pada waktu itu juga pasti adalah mayoritas muslim, bukankah Allah Azza Wajallah telah memrintahkan kita untuk memuliakan sesama muslim?, bukankan kita diharamkan untuk menumpahkan darah sesama muslim?.

harapannya dalam membuat kebijakan di DKI, pak AHOK bisa mengonsultasikan dulu dengan para ‘Ulama di DKI mereka adalah orang-orang yang ber'ilmu, sudah selayaknya mereka dimuliakan dengan meminta pendapat dari mereka untuk kemaslahatan ummat manusia, dan untuk indonesia. Dan harapannya FPI bisa lebih menghargai pemerintah dan jajarannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline